tirto.id - Pemerintah masih belum bersikap terkait hak angket KPK yang digulirkan DPR beberapa waktu lalu. KPK sendiri berharap agar Presiden Jokowi selaku pemimpin eksekutif bisa mendukung KPK untuk menolak hak angket. Bagaimana partai politik melihat hal tersebut?
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menilai, pemerintah sudah tepat dengan tidak memberikan tanggapan dalam proses hak angket KPK. Menurut Hasto, pemerintah berusaha mematuhi kewenangan legislatif dalam undang-undang.
"Presiden kan juga taat pada mekanisme undang-undang. Presiden tidak bisa lakukan intervensi secara politik dalam penggunaan hak politik dewan," ujar Hasto di Menteng, Jakarta, Minggu (11/6/2017).
Hasto menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghormati langkah legislatif dalam menggulirkan hak angket. Sikap itu sudah ditunjukkan Presiden dengan belum bersikap dalam hak angket KPK. Namun, pria yang sebelumnya menjabat sebagai Wasekjen PDIP itu tidak mempermasalahkan KPK meminta kepada Presiden untuk menanggapi masalah hak angket DPR.
"Kalau minta ya boleh-boleh saja," kata Hasto.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono heran dengan sikap KPK yang meminta Presiden Jokowi turun tangan dalam masalah hak angket. Ia kemudian mengaitkan sejumlah pertemuan antara KPK dengan pemerintah sebelum proses hak angket. Padahal, menurut Ferry, KPK tidak boleh berhubungan dengan pemerintah.
"Saya ingat Presiden [Jokowi] panggil KPK. KPK datang ke Istana [Negara] dalam kasus reklamasi, diadakan rapat dan mengundang KPK. Harusnya nggak boleh datang," ujar Ferry di Menteng, Jakarta, Minggu.
Ferry menilai, langkah tersebut sudah membuktikan KPK sebagai perpanjangan pemerintah. Padahal, lembaga antirasuah tersebut berdiri independen. Ia khawatir, KPK telah menjadi alat perpanjangan pemerintah. Bahkan, politikus Gerindra ini menuding Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjadi pengontrol KPK saat ini.
"KPK meminta presiden. Ini KPK melibatkan diri dalam proses kekuasaan di luar wilayahnya," kata Ferry.
"Menurut saya agak membuka kemudian pretensi orang menganggap bahwa KPK periode sekarang kok kayaknya KPK-nya Pak Luhut Binsar Panjaitan?" ujar Ferry.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap, Presiden RI Jokowi bisa mendukung KPK dalam menolak hak angket yang diajukan DPR. Sampai saat ini, pemerintah belum menentukan sikap dalam penetapan hak angket DPR.
"Ya paling tidak sama dengan KPK-lah," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Sabtu (10/6/2017).
Agus menegaskan, KPK sudah mempunyai legal standing jelas dalam pemerintahan. Ia mengingatkan, KPK merupakan lembaga yudisial yang berusaha menegakkan hukum. Ia pun mempertanyakan kembali tudingan bahwa KPK merupakan lembaga yang selalu membuat gaduh negara.
Saat ini, KPK masih mendalami permasalahan hak angket. Mereka tengah meminta pandangan dari ahli tata negara untuk mendalami langkah hukum yang tepat dalam menyikapi hak angket, baik dasar hukum hak angket hingga cara pengambilan keputusan hak angket. KPK pun berencana untuk meminta tanggapan dari Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi setelah mendapatkan pandangan dari para ahli tata negara.
Menurut Agus, DPR sebaiknya merevisi UU Tipikor. Saat ini, UU Tipikor masih belum mampu mengakomodir pemberantasan korupsi secara menyeluruh. Ia mengingatkan, Indonesia sudah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) sehingga perlu menelaah lebih lanjut.
Agus optimistis Presiden Jokowi bisa mengambil sikap yang baik dalam permasalahan hak angket. Ia pun tidak perlu melaporkan permasalahan hak angket. Mantan Ketua LKPP itu yakin Presiden Jokowi sudah memantau perkara hak angket.
"KPK kannggak harus lapor ke Presiden, tapi Presiden pasti mengamati lah. Mudah-mudahan Presiden mengambil sikap," kata Agus.
Terkait pansus sendiri, Agus tidak ingin berkomentar banyak. Ia menegaskan, KPK akan mengambil sikap setelah menemui para ahli tata negara.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari