tirto.id - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto merespons kasus pelarangan perayaan natal di dua kabupaten di Sumatera Barat beberapa waktu lalu, yakni di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung. Namun, Hasto menilai tak ada pelarangan natal terjadi di dua kabupaten itu.
Hasto malah mengklaim telah berkoordinasi dengan bupati setempat dan memberikan kesimpulan tak ada pelarangan perayaan natal di dua daerah itu.
"Kami sudah melakukan komunikasi ke bupati, tidak ada larangan karena itu [perayaan natal] dijamin konstitusi," kata Hasto saat ditemui di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin (23/12/2019) siang.
Hasto bahkan menduga ada segelintir pihak yang memainkan isu pelarangan natal di Sumatera Barat menjelang Pilkada 2020 mendatang.
"Hanya ada yang meniupkan itu sebagai sebuah isu karena mau Pilkada (2020). Lagi-lagi Pilkada dijadikan sebuah isu untuk membelah. Padahal kebebasan beragama dijamin konstitusi, terlebih bagi PDIP," katanya.
"Kami akan berjibaku dalam menjalankan perintah konstitusi. Karena kita adalah negara yang percaya kepada tuhan. Tapi dalam menjalankan agama dan keyakinan tersebut, kebebasan dijamin sepenuhnya oleh konstitusi," lanjutnya.
Sudarto: 'Murni masalah kebebasan beribadah di Indonesia'
Sementara itu, Sudarto dari Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA) Padang, yang melakukan pendampingan kepada umat Kristen dan Katolik di dua kabupaten tersebut, membantah tudingan Hasto. Ia menepis jika kerja pendampingannya yang berujung ramai di media massa adalah upaya memainkan isu politik jelang Pilkada 2020.
"Enggak ada yang embuskan [movitasi] politik. Karena saya bukan lawan politik Bupati Dharmasraya maupun Bupati Sijunjung. Saya murni aktivis kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata Sudarto kepada Tirto, Senin (23/12/2019).
Apalagi, kata Sudarto, PUSAKA telah menawarkan dialog dan negosiasi terkait kasus pelarangan ibadah Natal ke Bupati Dharmasraya lewat orang terdekatnya.
"Tapi tidak direspons oleh Bupati Dharmasraya," katanya.
Sudarto menilai isu pelarangan Natal di dua kabupaten di Sumatera Barat itu adalah murni contoh permasalahan struktural kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia.
"Jauh sebelum kasus ini viral, saya sudah komunikasikan ke Kanwil Kemenag Sumbar, Kabag Hukum Kemenag Sumbar, ke Kesbangpol, ke banyak akademisi baik Universitas Andalas maupun UIN Imam Bonjol, termasuk ke Komnas HAM dan Ombudsman," katanya.
Ia mengaku sama sekali tak pernah mengobrol atau bertemu dengan politisi di Sumatera Barat. Apa yang dilakukannya murni membela umat Kristen dan Katolik di sana agar bisa merayakan Natal.
"Saya tidak sekalipun omong sama orang partai. Saya tegaskan kelompok korban yang kami bela murni demi hak dapat beribadah itu melapor dan memberi update informasi tentang kasus per kasusnya. Saya juga menemui para korban," pungkasnya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto