tirto.id - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Muhammad Yusuf Martak mengatakan mantan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sengaja tak diundang dalam Ijtima Ulama IV yang digelar di Lorin Hotel Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (5/8/2019).
Begitu pula dengan partai koalisi pendukung paslon nomor urut 02 dalam Pilpres 2019 tersebut. Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Berkarya juga sengaja tak diundang dalam Ijtima Ulama IV.
Yusuf beralasan proses pemilihan umum telah usai dan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan siapa pemenang Pilpres 2019. Selain itu, partai koalisi Prabowo-Sandiaga juga telah dibubarkan.
"Kami tidak ada lagi kontestasi Pilpres dan sebagainya. Ini murni untuk kepentingan bangsa, khususnya agar ke depan dalam bernegara, berbangsa, tidak ada lagi kezaliman dan sebagainya," kata Yusuf di Lorin Hotel Sentul, Senin (5/8/2019).
Sementara itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati menilai langkah GNPF tak mengundang Prabowo-Sandiaga berserta partai pendukungnya lantaran sudah tak relevan lagi.
Selain karena Pemilu 2019 telah usai, kata Wasisto, sejumlah partai koalisi 02 telah berpaling dari GNPF dengan merapat ke pemerintahan Joko Widodo. Sebut saja Gerindra, PAN, dan Demokrat yang terus mendekati kubu Jokowi.
"Saya pikir GNPF berkoalisi dengan mereka sudah tidak relevan lagi. Karena pada akhirnya, parpol-parpol itu juga menghamba kepada kekuasaan daripada perjuangan umat," ujar Wasisto saat dihubungi reporter Tirto, Senin (6/8/2019).
Menurut Wasisto, sejumlah partai yang pernah mendapat dukungan dari Ijtima Ulama berpotensi kehilangan basis suara dalam pemilu-pemilu selanjutnya.
Dia beralasan Ijtima Ulama memiliki pengaruh yang besar dalam mengakomodir basis massa Islam sejak Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan mendukung Gerinda dan PKS mengusung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Ijtima Ulama juga memiliki basis pemilih Islam yang besar saat mendukung Prabowo-Sandiada di Pilpres 2019.
"Pengaruhnya jelas sangat signifikan, karena mereka umumnya anti Jokowi. Jaringan mereka umumnya berbasis pengajian-pengajian, baik offline maupun online. Sehingga dengan cepat memobilisasi massa islam," ujar Wasisto.
Koalisi Keumatan atau Partai Baru?
Ijtima Ulama juga sempat mendengungkan Koalisi Keumatan sebelum Pemilu 2019 bergulir. Koalisi yang diusulkan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ini sempat ditawarkan ke Gerindra, PAN, dan PKS, PBB dan Berkarya, namun tak pernah terbentuk.
Kala itu, Koalisi Keumatan mendorong Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Sementara Ustaz Abdul Somad digadang-gadang sebagai calon wakil presiden.
Namun, Prabowo memilih Sandiaga Uno yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai calon wakil presiden. Prabowo-Sandiaga disung oleh Koalisi Adil Makmur yang terdiri dari Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Partai Berkarya.
Lalu, apakah mereka akan mewacanakan kembali Koalisi Keumatan dalam pemilu selanjutnya? Atau malah membikin partai baru?
Menurut Wasisto, Ijtima Ulama kecil kemungkinan membangun Koalisi Keumatan untuk pemilu selanjutnya, termasuk Pilkada 2020. Ia mengatakan hingga saat ini belum ada partai politik yang benar-benar dekat dengan mereka.
Wasisto menambahkan, kemungkinan Ijtima Ulama membentuk partai politik baru untuk kepentingan pemilu selanjutnya juga kecil.
"Ada kemungkinan, namun itu akan mencederai prinsip salah satu faksi 212 yang berafiliasi ke eks Hizbut Tahrir Indonesia, karena tidak percaya parpol. Jadi itu jadi dilema bagi mereka," kata Wasosto.
Menanggapi itu, Ketua GNPF Yusuf Martak mengatakan Ijtima Ulama hingga kini belum terpikirkan untuk membentuk koalisi keumatan, termasuk untuk Pilkada 2020.
"Ulama kembali pada khittah serta menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata dia.
Yusuf juga mengatakan Ijtima Ulama tidak akan menjadi partai politik. Menurut dia, GNPF, FPI, dan PA 212 akan tetap menjadi ormas Islam seperti biasa.
"Belum pernah terpikir untuk menjadikan gerakan yang mulia keulamaan dan para ulama dan habaib menjadi sebuah organisasi politik," kata dia menegaskan.
Respons PKS dan Gerindra
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengaku senang Ijtima Ulama IV yang digelar di Bogor, Jawa Barat tak mengundang partai politik.
“Kawan-kawan Ijtima Ulama punya kemandirian, siapapun bisa diundang. PKS malah senang kawan-kawan [Ijtima Ulama] ingin kumpul tanpa parpol,” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (6/8/2019).
Mardani mengatakan PKS tak khawatir meskipun pada giat Ijtima Ulama tersebut tidak mengundang partainya. Ia juga tak khawatir ke depannya tak mendapatkan dukungan dari kelompok Islam yang tergabung dalam GNPF ini.
Sebab, kata dia, hingga saat ini PKS bersama sejumlah organisasi masyarakat Islam yang tergabung dalam Ijtima Ulama masih berkomunikasi dengan baik.
“Tiap elemen organisasi kadang perlu waktu untuk menyendiri dan berpikir mendalam,” kata dia.
Hal senada diungkapkan politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade. Ia mengaku tak masalah partainya tidak diundang dalam Ijtima Ulama IV. Sebab, kata dia, sejak awal panitia Ijtima Ulama IV sudah memberikan informasi tidak akan mengundang partai politik.
“Tentu kami hormati, yang jelas komitmen Partai Gerindra bersama relawan dan pendukung, Pak Prabowo akan berkomitmen membela kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan Islam,” kata Andre.
Selain itu, Andre menuturkan, Partai Gerindra tidak khawatir jika kehilangan basis massa dari pemilih Islam pada pemilu mendatang, termasuk Pilkada 2020 yang akan digelar tahun depan.
Sebab, kata dia, untuk mendapatkan dukungan dari umat, pihaknya akan memastikan kinerja para kadernya di seluruh Indonesia agar terus dirasakan oleh masyarakat.
“Gerindra harus tetap dekat dengan masyarakat, sehingga suara Gerindra akan tetap terjaga. Partai Gerindra akan terus bekerja tanpa gembar-gembor pencitraan,” kata Andre.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan