tirto.id - Kepala Badan Pengkajian Strategis Kepesertaan dan Pemenangan (BPSKP) Partai Buruh, Said Salahudin mengungkapkan keputusan masa kampanye menjadi 75 hari adalah bentuk pelanggaran Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang dilakukan oleh KPU dan Komisi II DPR RI.
"Bunyi Undang-Undang Pemilu sudah sangat jelas bahwa daftar caleg diajukan paling lambat sembilan bulan sebelum hari pemungutan suara. Tiga hari setelah daftar tersebut ditetapkan, masa kampanye sudah harus dimulai sampai dengan dimulainya masa tenang," kata Said pada Jumat (10/6/2022).
Said menunjukkan bahwa batas pengajuan nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten atau kota setidaknya 9 bulan sebelum pemungutan suara, bila merunut pada undang-undang.
"Adanya ketentuan Pasal 247 yang menyatakan “Daftar calon Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diajukan paling lambat 9 (sembilan) bulan sebelum hari pemungutan suara," jelasnya
"Merujuk pada rumusan norma tersebut maka dengan telah ditetapkannya hari pemungutan suara pada tanggal 14 Februari 2024, logisnya jadwal penyerahan daftar bakal calon kepada KPU akan dimulai sekira tanggal 14 Mei 2023," imbuhnya.
Dirinya berkesimpulan masa kampanye seharusnya dimulai pada Juli 2023 dengan durasi tujuh bulan lamanya.
"Nah, dari proses tahapan dan rangkaian waktu tersebut dapat disimpulkan bahwa UU Pemilu sesungguhnya menghendaki masa kampanye dilaksanakan antara Juli 2023 sampai dengan Februari 2024 atau sekira tujuh bulan lamanya," ungkapnya.
"Dengan demikian, kehendak KPU dan DPR yang menginginkan masa kampanye hanya 75 hari nyata-nyata telah bertentangan dengan kehendak UU Pemilu yang menginginkan masa kampanye selama tujuh bulan," ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendukung keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjadikan masa kampanye selama 75 hari. Menurutnya masa kampanye yang sedikit mampu mengurangi potensi konflik akibat perbedaan pilihan di antara masyarakat.
"kita sudah merasakan di Pemilu sebelumnya, dan masyarakat terbelah terlalu lama, maka tidak baik," kata Tito di Gedung DPR RI pada Selasa 7 Juni 2022.
Dirinya menerangkan kronologi terbentuknya usulan 75 hari masa kampanye. Bermula dari usulan KPU selama 6 bulan. Namun oleh pemerintah ditawar menjadi 90 hari atau 3 bulan.
"Kemudian oleh Komisi II juga diminta agar menjadi 75 hari dan akhirnya disepakati. Prinsipnya dari pemerintah semakin sedikit maka semakin baik," terangnya.
Selain karena bisa mereduksi potensi konflik dan terbelahnya masyarakat, ada keuntungan dari sisi anggaran yang bisa dibuat semakin efisien.
"Maka diharapkan anggaran bisa lebih berkurang dan potensi keterbelahan masyarakat tidak terlalu lama," jelasnya.
Dirinya menjelaskan bahwa kampanye adalah suatu hal yang penting dalam proses demokrasi dan menjadi media menjaring massa bagi partai dan tokoh politik.
Namun di era teknologi saat ini Tito berharap partai dan individu yang terlibat dalam proses pemilihan untuk bisa menggunakan teknologi dalam kampanye.
"Kampanye saat ini bisa menggunakan virtual dan teknologi media sosial sehingga tidak perlu menggunakan cara lama dalam kampanye," ungkapnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky