Menuju konten utama
Pemilu 2024

Capres Tanpa Elektabilitas Sulit Bersaing di Kampanye 75 Hari

Calon presiden yang memiliki kapabilitas tapi elektabilitasnya jeblok maka diprediksi akan kalah dalam pertarungan Pilpres 2024.

Capres Tanpa Elektabilitas Sulit Bersaing di Kampanye 75 Hari
Hamdi Muluk. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id - Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk mengungkapkan bahwa durasi kampanye 75 hari terlalu singkat untuk mendongkrak nama calon presiden yang belum memiliki elektabilitas tinggi.

Oleh karenanya, besar kemungkinan partai akan memilih nama dengan tingkat elektabilitas dan popularitas yang tinggi agar bisa merebut suara pemilih.

"Kemampuan kampanye untuk mendongkrak elektabilitas sangatlah sulit. Ditambah lagi saat ini durasi kampanye hanya 75 hari dan tidak mungkin untuk mendongkrak elektabilitas," kata Hamdi dalam rilis survei nasional 'Proyeksi Kandidat Kuat Kandidasi Pilpres 2024' pada Kamis (6/9/2022).

Hamdi juga menjelaskan bahwa di Indonesia ada sejumlah nama yang dikenal memiliki kapabilitas untuk menjadi presiden. Namun karena rendahnya elektabilitas menyebabkan sulit untuk maju menjadi capres.

"Seperti Ibu Sri Mulyani kurang teknokrat apa? Sudah mampu menjadi presiden. Namun karena kurang populer sanga sulit untuk dipilih," jelasnya.

Di sisi lain, Hamdi juga menyebutkan bila perkara popularitas tidak bisa menjadi hal yang paling penting. Karena kinerja seseorang yang seharusnya patut menjadi tolok ukur pertama mengenai sosok capres yang diusung oleh partai politik.

"Namun tidak semua yang populer bisa masuk ke dalam radar politik. Karena mereka yang populer harus berada dalam ranah dan kerja politik. Jangan terlalu berharap bahwa popularitas bisa berkorelasi dengan performa," terangnya.

Selain itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan menambahkan, partai politik juga harus memperhatikan potensi pemilih dari Gen Y dan Gen Z yang suaranya bila digabung menjadi 50 persen dari pemilih.

"Pemilih kita nanti di 2024 didominasi oleh generasi Y dan Z. Hal itu menghitung sensus 2020. Maka bisa digabung hingga 50 persen. Oleh karenanya partai politik perlu pola komunikasi yang baru," ungkapnya.

Djayadi juga mengungkapkan bahwa pasca pandemi terdapat pola komunikasi yang patut menjadi perhatian oleh para petinggi dan komunikasi partai.

"Pasca pandemi adalah dunia baru di seluruh wilayah negara, dan ini pasti mengubah banyak hal. Termasuk dalam pola komunikasi politik," imbuhnya.

Hingga saat ini sebagian besar hasil survei dari sejumlah lembaga menunjukkan Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sebagai kandidat dengan elektabilitas tertinggi. Hal itu terlihat, salah satunya, dari hasil survei Poltracking yang menunjukkan perolehan Ganjar sebesar 26,9 persen, Prabowo 22,5 persen dan Anies Baswedan 16,8 persen.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky