tirto.id - Jatuhnya pesawat Lion Air JT610 tujuan Jakarta–Pangkal Pinang pada Senin (29/10) pagi kembali mengusik perhatian publik mengenai keselamatan penerbangan di Indonesia. Peristiwa tersebut menambah daftar panjang catatan kecelakaan penerbangan di dalam negeri.
Dari data Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) selama satu dekade terakhir (2007-2017) tercatat ada 317 kasus kecelakaan penerbangan. Jika dirata-rata, ada 28 kasus kecelakaan penerbangan terjadi tiap tahunnya di Indonesia.
Dalam kecelakaan sebuah pesawat, kecil kemungkinan para penumpangnya masih bisa hidup. Rata-rata penumpang tewas saat pesawat menghantam lautan atau daratan. Sebuah pertanyaan klasik pun muncul: adakah cara untuk mencegah pesawat jatuh dari langit?
Mungkinkah penumpang pesawat selamat saat terjadi kecelakaan?
Di mata Vladimir Tatarenko, penumpang masih bisa selamat dari kecelakaan udara jika naik pesawat rancangannya.
Dilansir dari Kyiv Post, insinyur sekaligus pengusaha berusia 78 tahun ini merancang sebuah pesawat dengan kapsul yang berfungsi sebagai kabin penumpang. Jika ada indikasi kecelakaan udara, buntut pesawat akan terbuka, sebuah pelontar akan menembakkan parasut keluar dari pesawat, dan gerbong penumpang yang berbentuk kapsul langsung terlepas dari badan pesawat.
Rancangan Tatarenko memperlihatkan dua tali parasut yang muncul dari atas kapsul. Masing-masing tali memekarkan tiga parasut. Kemudian, total enam parasut tersebut mengembang sehingga kapsul yang berisi penumpang dapat mendarat dengan mulus.
Sebelum benar-benar mendarat, sebuah roket di bawah kapsul memperlambat laju penurunan kapsul agar tidak menghantam permukaan dengan keras. Roket ini aktif menyala beberapa saat sebelum kapsul menyentuh permukaan di darat maupun di perairan. Jika mendarat di air, pelampung di sisi bawah kapsul juga siap mekar guna membuat kapsul tetap mengapung. Akhirnya, para penumpang lengkap beserta pilot dan awak pesawat bisa selamat dari kecelakaan pesawat.
Tatarenko mengaku sudah lama menyimpan ide pesawat berkapsul tersebut. Ia kesulitan menemukan bahan baku yang cocok. Barulah setelah menemukan bahan baku berupa komposit karbon ringan, Tatarenko memperkenalkan konsep pesawat masa depan ini ke publik dengan mengunggahnya ke YouTube pada September 2013.
Saat itu tak banyak yang menonton video konsep pesawat milik Tatarenko. Setelah peristiwa jatuhnya pesawat Rusia di Mesir pada 31 Oktober 2015 yang menewaskan 224 orang, videonya Tatarenko mulai ramai ditonton dan mengundang beragam komentar.
Pada Desember 2015, Tatarenko kembali mengunggah video konsep rancangan pesawat. Masih dengan tema keselamatan penumpang saat kecelakaan pesawat, rancangan kali ini memuat gambar kabin yang dapat terlepas seutuhnya dari badan pesawat, bukan lagi berupa kapsul yang keluar dari bagian ekor pesawat.
Dikutip dari The Telegraph, setelah pilot melepas kabin penumpang lengkap dengan bagasi kargo dari badan pesawat, parasut akan mengembang guna membantu pendaratan. Sebuah karet berbentuk tabung secara otomatis juga akan mengembang untuk mengantisipasi pendaratan di permukaan air.
Demi mereduksi beban pesawat berkabin berparasut, Tatarenko memperkenalkan bahan kevlar dan komposit karbon sebagai bahan baku sebagian besar badan pesawat rancangannya.
Diragukan
Tatarenko mengakui ada beberapa masalah pada rancangan model pesawat berkapsul yang diluncurkannya pada 2013. Sebagai contoh, kapsul hanya dapat dipasang di pesawat yang memiliki pintu belakang. Selain itu, keberadaan kapsul berparasut bakal menghilangkan satu deret kursi pesawat. Implikasinya, harga tiket akan lebih mahal 15 persen karena berkurangnya jumlah penumpang.
Yang dibayangkan Tatarenko saat itu adalah pesawat-pesawat keluaran Antonov yang berlokasi di Ukraina. Tatarenko sendiri pernah bekerja di Antonov ketika Uni Soviet masih berdiri.
Ketika didekati Tatarenko, Antonov rupanya tak punya cukup uang untuk merealisasikan proyek ambisius tersebut. Menurut hitung-hitungan Tatarenko, dibutuhkan satu juta dolar AS untuk memproduksi satu kapsul. Anggaran sebesar 40-60 juta dolar AS juga harus disiapkan untuk uji coba pemasangan kapsul di tiga pesawat jet Ukraina AN-148 keluaran Antonov.
Selain mendekati Antonov, Tatarenko juga mencoba mengirimkan proposal ke Kementerian Transportasi Ukraina. Lagi-lagi ditolak dengan alasan keuangan.
Konsep pesawat dengan kabin berkapsul yang diluncurkan Tatarenko pada Desember 2015 juga menuai catatan kritis.
Dalam esai yang terbit di The Conversationpada Januari 2016, Herve Morvan mengatakan bahwa realisasi model pesawat ala Tatarenko membutuhkan biaya besar. Profesor Mekanika Fluida Terapan dan direktur Institut Teknologi Aerospace di Universitas Nottingham, Inggris itu juga mengatakan bahwa model Tatarenko tak menjamin dapat menyelamatkan nyawa penumpang karena beberapa faktor.
Dalam penerbangan, pesawat mengalami titik rawan ketika lepas landas dan mendarat. Banyak kecelakaan pesawat terjadi di titik rawan ini. Ketika mendarat atau lepas landas, pesawat dalam kondisi terbang rendah dan sedang melawan hambatan besar. Menjatuhkan kabin seperti yang ditampilkan dalam video simulasi Tatarenko tentu mengundang risiko. Pasalnya, pilot menjatuhkan kabin berparasut di ketinggian yang relatif rendah.
Morvon juga memaparkan bahwa 80 persen kecelakaan pesawat disebabkan oleh kesalahan manusia ketika kehilangan kendali. Dalam rancangan Tatarenko, yang memiliki otoritas untuk melepas kabin dari pesawat adalah pilot. Ketika pilot kehilangan kendali, skema Tatarenko jadi terlihat tak masuk akal.
Faktor tingkat keselamatan penerbangan dunia yang dinilai masih cukup tinggi menjadi faktor kendala berikutnya. Menurut International Air Transport Association (IATA), dari 3,3 miliar penumpang pesawat di seluruh dunia pada 2014 (tahun yang buruk bagi keselamatan penerbangan), 'hanya' 641 korban tewas. Angka ini dinilai masih cukup rendah.
Sampai hari ini, belum ada tanda-tanda proyek pesawat futuristik milik Tatarenko ini bakal terwujud. Sebagaimana dicatat Kyiv Post, Tatarenko mengaku telah didekati calon pemodal dari Brasil, Kanada, dan Rusia. Namun, ia menampik ketiganya dan bersikeras agar rancangannya bisa diwujudkan oleh perusahaan dari Ukraina.
Editor: Windu Jusuf