tirto.id - Partai Amanat Nasional (PAN) menganggap Perpres Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dikeluarkan pemerintah sebagai pengganti Permendikbud No 23 tahun 2017 tentang hari sekolah tak menyelesaikan persoalan pendidikan karakter.
"Perpres ini kan mengatur boleh 5 hari sekolah atau 6 hari. Yang penting 40 jam mata pelajaran. Jadi ini sebenarnya menyelesaikan masalah Permendikbud-nya, bukan masalah pendidikan karakternya," kata Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay di Komplek DPR Senayan, Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Pepres ini, kata dia, seharusnya bisa menyelesaikan persoalan pendidikan karakter di Indonesia. Sebab, dalam Nawacita poin ke-8 menyebutkan soal revolusi karakter.
"Itu hanya bisa dilakukan melalui lembaga pendidikan. Lewat perbaikan kurikulum. Tapi kurikulum dari dulu tetap sama K13," kata Saleh.
Meskipun begitu, PAN tetap setuju dengan Perpres ini demi meredakan konflik di masyarakat akibat Permendikbud Lima Hari Sekolah.
"Tapi, kelompok yang kemarin teriak-teriak bunuh menteri juga harus minta maaf dong," kata Saleh.
Sebaliknya, Anggota DPR PKB Saikhul Islam menganggap Perpres ini sebagai apresiasi pemerintah terhadap aspirasi kelompok Nahdliyin yang memperjuangkan madrasah diniyah.
"Ada pengakuan dalam perpres itu bahwa salah satu bagian pendidikan karakter itu madrasah diniyah," kata Saikhul kepada Tirto, Kamis (7/9).
Namun, pihaknya akan terus mengawal Perpres ini. Terutama pada Peraturan Menteri yang akan menjadi turunan pasal-pasal di dalamnya.
Perlu diketahui, Perpres Nomor 87 Tahun 2017 itu diteken Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Rabu (6/9/) dengan disaksikan sejumlah pemimpin organisasi kemasyarakatan Islam.
Dalam dalam pasal 9 (1) Perpres itu berbunyi: "Penyelenggaraan PPK pada jalur pendidikan formal dilaksanakan selama 6 (enam) atau 5 (lima) hari sekolah dalam 1 (satu) minggu".
Lalu, dalam pasal 7 Perpres tersebut, aktivitas keagamaan yang sebelumnya dimasukkan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler berubah menjadi poin tersendiri dalam penyelenggaraan PKK (Pendidikan Karakter Keagamaan). Tapi, kata madrasah diniyah yang sebelumnya ada di dalam pasal 5(2) Permendikbud Lima Hari Sekolah dihapus.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto