tirto.id - Untuk menggenjot pembangunan infrastruktur, pemerintah biasanya menggunakan dana APBN sehingga sering kali tekor alias defisit. Salah satu strategi untuk menutup defisit di antaranya yaitu menggunakan utang luar negeri.
Namun, strategi tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan. Menurut pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah ada tiga aspek yang harus diperhatikan.
Ia mengatakan, aspek pertama yaitu terkait dampak pengganda atau multiplier effects. Sesuai dengan alasan utama dari kebijakan defisit APBN yaitu sebagai stimulus perekonomian, maka dampak pengganda menjadi hal yang krusial untuk menganalisis berbagai sumber pembiayaan yang ada.
"Aspek multiplier effects pertama adalah yaitu soal pembiayaan defisit APBN akan menarik investasi ke dalam (crowding in) atau mendorong terjadinya crowding out dari investasi," kata Imaduddin dalam sebuah diskusi bertajuk 'Utang dan Defisit APBN' di Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Ia menjelaskan, ada pula pertimbangan ke dua yaitu, terkait risiko pembiayaan yang dapat dilihat dari sejumlah indikator antara lain yaitu jangka waktu, porsi valuta asing.
"Apakah bunganya mengambang atau tetap. Dalam konteks ini, kata dia setiap utang yang diterbitkan oleh pemerintah harus tetap berpegangan pada berbagai indikator risiko yang sudah ditetapkan agar risiko utang dapat dikelola secara baik dan fiskal Indonesia dapat berkelanjutan," kata dia.
Sementara itu, ada pula aspek ke tiga. Ia mengatakan, terkait biaya keekonomian. Dalam hal ini, tingkat efisiensi dalam biaya utang diukur dengan membandingkan tingkat effective cost dengan mempertimbangkan tenor, sektor, dan waktu.
"Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri cenderung memiliki biaya efektif yang rendah terutama yang menggunakan skema kerja sama pembangunan," terang dia.
Sebelumnya, Pemerintah menetapkan penerimaan negara di 2020 sebesar Rp2.221,5 triliun. Angka itu terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.861,8 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp359,3 triliun dan penerimaan hibah Rp0,5 triliun.
Untuk belanja negara ditetapkan sebesar Rp2.528,8 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.670 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp858,8 triliun.
Dengan begitu defisit anggaran di 2020 sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu turun dibanding APBN 2019 yang defisitnya mencapai Rp310,8 triliun.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Irwan Syambudi