tirto.id - Biaya produksi pengolahan gula BUMN bisa dua kali lipat biaya produksi swasta. Penyebabnya, pabrik gula BUMN di Indonesia sudah tua dan tidak efisien.
Menurut pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori, hal ini disebabkan oleh teknologi yang digunakan pabrik gula BUMN sudah tertinggal karena warisan zaman kolonial Belanda.
"Itu kan (pabrik gula BUMN) warisan zaman belanda tahun 1800-1900 jadi umurnya sudah 200 tahun. Teknologinya pasti teknologinya yang sudah lama, nah sebagian besar manual kemudian mereka sangat terbebani dengan biaya tenaga kerja di on farm sendiri memang ada masalah," ujar Khudori kepada reporter Tirto, Jumat (8/2/2019).
Khudori membandingkan dengan pabrik-pabrik gula swasta yang secara teknis teknologi dan manajemen berbeda.
"Kalau gula swasta itu teknologinya baru. Dibangun kira-kira tahun 1980 an lah. Karena kapasitas gilingnya tinggi," kata Khudori.
Dampaknya, pengolahan tebu BUMN biayanya mencapai Rp10.500/kg. Sebaliknya dengan teknologi relatif baru, biaya produksi gula di pabrik swasta hanya Rp6.000/kg.
Selain itu, proses pengolahan tebu di swasta lebih bisa mengintegrasikan manajemen di perkebunan dan penggilingan: dari proses tanam, tebang, angkut, hingga penggilingan.
Ia juga menjelaskan, pabrik gula milik BUMN tidak memiliki lahan sendiri sehingga tergantung dari tanaman tebu petani. Jika petani tidak tanam, pabrik gula tidak dapat tebu untuk digiling. Akibat lanjut, pabrik berhenti berproduksi maka akan tutup.
Untuk mengatasi masalah ini, Khudori menawarkan solusi yakni pemerintah harus menaikkan harga beli tebu dari petani.
"Kalau nggak naik petani rugi dan petani pasti engga mau tanam tebu lagi," kata dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Agung DH