Menuju konten utama

ORI Ikut Tangani Kasus Pemecatan Dosen IAIN Bercadar di Bukittinggi

Ombudsman RI ikut menangani dugaan pemecatan dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat akibat bercadar.

ORI Ikut Tangani Kasus Pemecatan Dosen IAIN Bercadar di Bukittinggi
Gedung IAIN Bukit tinggi. Youtube/IAIN BUKITTINGGI

tirto.id - Ombudsman RI (ORI) ikut menangani dugaan pemecatan dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat akibat bercadar.

Pemantauan pun langsung dilakukan oleh Ombudsman pusat di mana sebelumnya ditangani Ombudsman perwakilan Sumatera Barat.

"Ditangani perwakilan Sumbar, dan sekarang dilimpahkan ke pusat," Kata Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu kepada reporter Tirto, Selasa (5/3/2019) malam.

Ninik mengaku, tim Ombudsman pusat bagian resolusi dan monitoring menindaklanjuti Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Perwakilan Sumbar terkait kasus pemecatan dosen IAIN bercadar.

Sebelumnya, Ombudsman perwakilan Sumatera Barat sudah meminta agar polemik aturan pemecatan dosen bercadar di IAIN Sumbar dihentikan. Namun, pihak IAIN tak kunjung mencabut aturan tersebut.

Ninik mengaku, Ombudsman mulai mengagendakan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak. Saat ini, kata dia, pihaknya baru memeriksa perwakilan dari Kementerian Agama terkait kebijakan IAIN.

Namun, ia belum mau menyebut pihak lain yang akan diperiksa terkait kasus tersebut karena masih dalam proses penanganan perkara.

"Sabar ya, karena masih proses," ucap Ninik.

Konflik pemecatan dosen IAIN bercadar berawal saat Dr Hayati Syafri, dosen Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi dinonaktifkan dari aktivitas mengajar di IAIN Bukittinggi. Syafri dinonaktifkan karena mengenakan cadar selama 3 bulan.

Tidak terima dengan keputusan tersebut, Syafri lewat keluarga melaporkan kepada Ombudsman perwakilan Sumatera Barat. Hasil pemeriksaan pun meminta agar menghentikan polemik aturan larangan bercadar.

Namun, permasalahan semakin rumit ketika Kementerian Agama memutuskan untuk memberhentikan Syafri sejak 18 Februri 2019.

Pihak Kemenag menyebut, Hayati diberhentikan sebagai ASN bukan karena mengenakan cadar saat mengajar, tetapi karena melanggar disiplin pegawai. Pihak Kemenag juga menyebutkan, Hayati terbukti secara sah tidak masuk kerja selama 67 hari sepanjang tahun 2017.

Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 3 ayat 11 dan 17 menyatakan PNS yang tidak masuk kerja secara akumulatif minimal 46 hari kerja tanpa keterangan yang sah dalam satu tahun, harus diberikan hukuman disiplin berat, berupa diberhentikan secara hormat/tidak hormat sebagai PNS.

Selain itu, Hayati juga terbukti sering meninggalkan ruang kerja dan tidak melaksanakan tugas lainnya pada 2018. Tugas dimaksud seperti menjadi penasihat akademik dan memberikan bimbingan skripsi kepada mahasiswa.

Syafri kemudian mengajukan banding putusan Kementerian Agama ke Kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta Timur, Senin (4/3/2019). Pihak BKN pun menerima permohonan banding tersebut dan sedang melakukan penelaahan.

Baca juga artikel terkait CADAR atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dhita Koesno