Menuju konten utama

Tanggapan Kemenag Soal Pengajuan Banding Dosen Bercadar Bukittinggi

Kementerian Agama mengaku akan bersikap kooperatif terkait pengajuan banding dosen bercadar IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat Hayati Syafri yang dipecat.

Tanggapan Kemenag Soal Pengajuan Banding Dosen Bercadar Bukittinggi
Ilustrasi perempuan bercadar. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kasubbag Tata Usaha dan Humas Itjen Kementerian Agama (Kemenag) Nurul Badruttamam mengaku baru mendengar informasi terkait pengajuan banding dosen bercadar Institut Agama Islam negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar) Hayati Syafri yang dipecat.

Hayati mengajukan banding administratif ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) atas pemecatan dirinya dari posisi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Senin (4/3/2019) kemarin.

Nurul mengatakan, meskipun baru mendapat informasi, Kemenag akan bersikap kooperatif terhadap pengajuan banding Hayati tersebut.

"Tentu Kementerian Agama siap kooperatif dan memberikan keterangan jika diperlukan," kata Nurul kepada Tirto, Selasa (5/3/2019).

Nurul juga menghargai langkah yang diambil oleh Hayati dengan mengajukan banding administratif ke BKN.

"Kami menghargai langkah Hayati yang mengajukan banding. Aturannya memang seperti itu. Jika ada keberatan, silakan lakukan banding," ujar Nurul.

Namun, Nurul belum bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil oleh Kemenag untuk menanggapi banding dari Hayati itu. Hal tersebut karena dirinya mengaku baru mengetahui informasinya.

"Sementara itu [bersikap kooperatif terkait banding administratif Hayati] jawabannya," ucapnya.

Nurul juga menegaskan jika Hayati diberhentikan sebagai ASN bukan karena mengenakan cadar saat mengajar, melainkan karena melanggar disiplin pegawai.

Berdasarkan data yang diaudit oleh Itjen, kata Nurul, ditemukan bukti valid bahwa Hayati terbukti secara elektronik tidak masuk kerja selama 67 hari sepanjang tahun 2017.

"Keputusan ini didasarkan pada rekam jejak kehadirannya secara elektronik melalui data fingerprint-nya di kepegawaian IAIN Bukittinggi," terangnya.

Nurul menjelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 3 ayat 11 dan 17, PNS yang tidak masuk kerja secara akumulatif minimal 46 hari kerja tanpa keterangan yang sah dalam satu tahun, harus diberikan hukuman disiplin berat, berupa diberhentikan secara hormat/tidak hormat sebagai PNS.

Selain masalah ketidakhadiran di kampus sebanyak 67 hari kerja selama 2017, Hayati juga terbukti sering meninggalkan ruang kerja dan tidak melaksanakan tugas lainnya pada 2018.

Tugas yang dimaksud, tambah Nurul, seperti menjadi penasihat akademik dan memberikan bimbingan skripsi kepada mahasiswa.

Baca juga artikel terkait CADAR atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Dhita Koesno