Menuju konten utama

Dipecat, Dosen Bercadar asal Bukittinggi Ajukan Banding Ke BKN

Mantan Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri mengaku dipecat karena bercadar. Namun, Kemenag membantahnya.

Dipecat, Dosen Bercadar asal Bukittinggi Ajukan Banding Ke BKN
Ilustrasi perempuan bercadar. FOTO/iStock

tirto.id - Mantan Dosen IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat, Hayati Syafri mengajukan banding administratif ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) atas pemecatan dirinya dari posisi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dia mengaku dipecat Kementerian Agama (Kemenag) sejak 18 Februari 2019. Saat mengajukan banding ke BKN, Hayati didampingi oleh Pusat Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM).

"Tujuan kami datang kesini adalah untuk banding administrasi," kata Hayati di Kantor BKN, Jakarta Timur, pada Senin (4/3/2019).

Dia menjelaskan pemecatan dirinya dari posisi ASN dosen bukan karena kurangnya jumlah kehadiran. Hayati mengklaim pemecatannya didasari alasan karena ia mengenakan cadar saat mengajar. Rektorat IAIN Bukittinggi, kata dia, melarang pemakaian cadar di kampus.

Hayati juga mengaku sempat dipanggil dan dimediasi oleh Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemenag untuk membahas permasalahannya. Tetapi, dia mengaku justru disuruh untuk memilih bersedia membuka cadar atau tidak lagi menjadi dosen.

Padahal, menurut Hayati, aturan kode etik di kampusnya hanya mengatur bahwa dosen dan mahasiswa harus mengenakan pakaian yang rapi sesuai dengan syariat Islam.

“Ketika dilihat kode etik kampus di situ dibahasakan dosen harus berpakaian formil dan rapi sesuai dengan syariat Islam. Saya bisa yakinkan pakaian saya bisa rapi dan sesuai dengan syariat Islam,” kata Hayati.

Menurut Hayati, dirinya diberhentikan oleh pihak kampus dengan alasan tidak akan efektif jika mengajar mengenakan cadar. Sementara para mahasiswa, kata dia, tidak keberatan.

“Saya telah yakinkan, sebelumnya saya telah minta mahasiswa mengevaluasi saya mengajar. Saya masih punya bukti-bukti evaluasi dari mahasiswa yang umumnya mereka mendukung saya menggunakan cadar,” ujar dia.

Dia mengakui memang pernah absen dari aktivitas di kampus selama 67 hari. Hal itu terjadi sebab ia sedang menjalani pendidikan tingkat S3 yang tidak bisa ditinggal. Selain itu, dia mengatakan tidak pernah kurang dari 14 kali pertemuan dalam mengajar selama satu semester.

"Mengenai 67 hari itu sudah kami coba paparkan dengan bukti-bukti izin, dengan aktivitas-aktivitas yang jelas." ujar dia.

Kemenag Bantah Hayati Dipecat Karena Bercadar

Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Kemenag membantah pengakuan Hayati.

Direktur Diktis Arskal Salim menegaskan Hayati tidak dipecat karena bercadar. Menurut dia, Hayati diberhentikan dari posisi Dosen IAIN Bukitinggi karena pernah mangkir lebih dari 46 hari tanpa keterangan yang valid. Apalagi Hayati sudah tidak mengajar selama 67 hari.

"Seorang ASN dipecat dari jabatannya apabila terbukti dengan jelas melakukan pelanggaran-pelanggaran berat yang telah ditentukan dalam kode etik dan disiplin pegawai," kata Arskal saat dikonfirmasi reporter Tirto, pada hari ini.

Arskal menjelaskan Hayati terbukti melanggar ketentuan pasal 3 ayat 11 dan 17, PP Nomor 53 tahun 2010.

Ketentuan pasal 3 ayat 11 berbunyi, "Setiap ASN wajib masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja." Sementara pasal 3 ayat 17 menyatakan, "Setiap ASN wajib menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat berwenang."

Menurut Arskal hal itu sudah jelas ditulis dalam surat keputusan (SK) Menteri Agama nomor B.II/3/PDH/03178 yang dikeluarkan pada 18 Februari 2019.

Baca juga artikel terkait LARANGAN CADAR atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom