tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta optimistis mampu memenuhi hak difabel atau disabilitas dalam gelaran Pilwalkot 2024. Kendati begitu, skema belum ditetapkan karena menunggu kepastian Peraturan KPU (PKPU) dari KPU RI.
Ketua KPU Kota Yogyakarta, Noor Harsya Aryo Samudro, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen dalam memenuhi hak difabel.
"Kami sudah memiliki data pemilih by name by address dan jenis kategori disabilitasnya," ujar Harsya usai Deklarasi Pilkada Damai di Embung Giwangan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Jumat (23/8/2024) sore.
Harsya menyebut ada 999 difabel fisik, 271 difabel intelektual, 396 difabel mental, 528 difabel sensorik wicara, 140 sensorik rungu, dan 336 difabel sensorik netra.
Harsya mengatakan kaki kirinya yang tengah bermasalah sehingga kesulitan melakukan mobilitas untuk memberikan pemahaman kepada para petugas KPPS juga para difabel.
Menurutnya, KPU bersama dengan Kesbangpol Kota Yogyakarta menggelar pendidikan pemilih bagi disabilitas dengan seluruh ragam disabilitas.
"Kami optimistis, kami membimtek KPPS untuk sadar pemenuhan hak-hak disabilitas. InsyaAllah KPPS akan kami tingkatkan kesadarannya untuk memenuhi hak difabel. Baik itu informasi atau pelayanan harian," ucapnya.
Terkait dengan layanan jemput bola, Harsya mengatakan masih menunggu PKPU dari KPU RI.
"Kami masih menunggu PKPU apakah sama atau berubah. Kalau PKPU kemarin, jemput bola bagi warga sakit, difabel yang tidak bisa mobile dari rumah. Beberapa hari sebelumnya meminta untuk dilayani oleh KPPS-nya ke rumah. InsyaAllah PKPU seperti itu bisa juga," sebutnya.
Menurut Harsya, pihaknya kini tengah mempersiapkan diri untuk tahap pendaftaran pasangan calon kontestan Pilwalkot Kota Yogyakarta.
"Dan kami menunggu pedoman teknis dari KPU RI terkait dengan putusan MK 60/2024 yang diputuskan tanggal 20 Agustus lalu," ujarnya.
Sebelumnya, anggota Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HDWI) Kota Yogyakarta, Nenti Saptari, mengatakan sosialisasi pilwalkot pada difabel umumnya menyasar komunitas. Padahal, tidak semua difabel tergabung dalam komunitas.
"Kami harap ada pendekatan merata. Sementara ini yang mendapat sosialisasi hanya komunitas, padahal mereka (difabel non-komunitas) punya hak yang sama," ujar Nenti kepada Tirto.
Oleh sebab itu, Nenti berharap difabel turut disertakan setiap ada sosialisasi terkait kepemiluan. Aktivitas ini, kata Nenti, pun turut mewujudkan masyarakat Kota Yogyakarta yang inklusi.
"Kalau tidak memungkinkan memfasilitasi seluruh difabel, kami digabungkan dengan masyarakat, saat sosialisasi dilibatkan, agar inklusi," papar Nenti.
Senada, anggota Komunitas Difabel Demokrasi Yogyakarta, Widi Haryati, juga menyatakan baru sebagian difabel di Kota Gudeg yang mendapat sosialisasi pilwalkot.
"Terkait dengan Pilkada Kota Yogyakarta (Pilwalkot) yang akan terselenggara November, dari kawan penyandang disabilitas sebagian sudah tersosisialisasikan," ujarnya.
Widi menjelaskan, pentingnya sosialisasi terhadap difabel berkaitan dengan aksesibilitas TPS. Sebab dimaklumi, geografis Kota Yogyakarta yang sempit, menjadikan sulit pembangunan TPS yang ideal bagi difabel.
"Penyediaan TPS tidak bisa diakses kawan difabel, tetap ada kerepotan untuk difabel. TPS diharap representatif, tapi kami memahami, geografis kota padat. Mencari yang fleksibel aksesibilitasnya susah. Banyak bangunan yang bertangga misal mencari gang pun juga terlalu sempit," paparnya.
"Bisa dihitung dengan jari untuk penyandang difabel, TPS dengan akses bagus. Tapi kami tidak bisa menyalahkan," imbuhnya.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Irfan Teguh Pribadi