tirto.id - Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan demonstrasi di DPR untuk menolak Omnibus Law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Senin (20/1/2020). Menurut mereka, buruh akan menjadi salah satu pihak yang dirugikan jika Omnibus Law disahkan.
Omnibus Law itu Apa?
Gagasan mengenai Omnibus Law muncul pada Oktober 2019 usai Presiden Joko Widodo dilantik. Menurut Jokowi, Omnibus Law akan menyederhanakan kendala regulasi yang saat ini berbelit. Sejumlah aturan yang dinilai menghambat investasi akan dipangkas.
Jokowi ingin mengajak DPR untuk menggodog 2 UU besar, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan kedua, UU Pemberdayaan UMKM.
“Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU,” kata Jokowi, seperti dikutip dari Indonesia.go.id.
Omnibus Law berasal dari kata omnibus dan law. Kata omnibus berasal dari bahasa Latin, omnis, yang berarti “untuk semuanya” atau “banyak”. Bila digandeng dengan kata law, yang berarti hukum, maka Omnibus Law dapat didefinisikan sebagai hukum untuk semua.
Di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition karya Bryan A Garner disebutkan: “omnibus: relating to or dealing with numerous object or item at once; inculding many thing or having varius purposes”, yang artinya berkaitan dengan atau berurusan dengan berbagai objek atau item sekaligus; termasuk banyak hal atau memiliki berbagai tujuan.
Jadi, konsep Omnibus Law merupakan aturan yang bersifat menyeluruh dan komprehensif, tidak terikat pada satu rezim pengaturan saja.
Omnibus Law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi sebagai semacam "undang-undang payung hukum” (umbrella act).
Ketika peraturan semacam payung hukum itu diundangkan maka konsekuensinya akan mencabut beberapa aturan tertentu di mana norma atau substansinya juga bukan tidak mungkin bakalan dinyatakan tidak berlaku, baik sebagian maupun secara keseluruhan.
Omnibus Law Ditolak di Demo Buruh Hari Ini
Presiden KSPI sekaligus Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, buruh KSPI sepakat dengan keberadaan investasi. Namun, mereka menolak jika nasib buruh menjadi korban akibat Omnibus Law.
Sebab, dalam pandangan Said Iqbal, Omnibus Law cipta lapangan kerja menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin.
Iqbal mengutip hasil World Economic Forum yang mengatakan dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. Ia meminta masalah tidak melebar ke nasib pekerja. "Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Harian KSPI Muhamad Rusdi mengatakan, pemerintah berusaha menggaet investasi asing lewat berbagai insentif seperti 16 paket kebijakan ekonomi hingga penerbitan PP 78/2015 tentang Pengupahan yang membatasi kenaikan upah. Dalam pandangan Rusdi, kebijakan tersebut gagal dilaksanakan pemerintah.
"Kebijakan pemerintah menerbitkan PP 78/2015 untuk menahan laju kenaikan upah minimum telah berdampak pada turunnya daya beli buruh dan masyarakat. Selain itu juga berdampak pada stagnannya angka konsumsi rumah tangga," kata Rusdi.
Daya beli yang menurun, kata Rusdi, juga terjadi akibat dicabutnya berbagai macam subsidi. Seperti kenaikan BBM, listrik, gas, hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Itulah sebabnya, kami juga menyuarakan penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Karena kebijakan tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat," tegasnya.
Untuk itu, KSPI mendesak agar Negara harus berpihak dan melindungi kaum buruh dan rakyat kecil yang lain. Negara tidak boleh abai apalagi justru lebih kuat keberpihakannya kepada para pengusaha hitam yang cenderung semena-mena.
Selain KSPI, para pekerja yang tergabung dalam Gerakan Buruh Untuk Rakyat (Gebrak) menolak rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang disusun dengan konsep Omnibus Law. Mereka berpendapat, rancanagan beleid tersebut bakal menghilangkan perlindungan serta kepastian bagi para pekerja.
"UU Cilaka ini kemudian justru rakyatnya asal bisa bekerja tapi tidak ada perlindungan dan kepastian kerja termasuk juga penegakan hukum yang dilakukan," kata juru bicara Gebrak Nining Elitos di LBH Jakarta, Menteng, Jakarta pada Rabu (8/1/2020).
Ada beberapa poin yang jadi sorotan Nining dan para buruh dalam rancangan UU tersebut.
Pertama, terkait wacana mempermudah pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui pengurangan besaran pesangon. Kedua, perluasan jenis pekerjaan kontrak atau outsourcing, dan terakhir rencana pengupahan yang berdasarkan jam kerja.
Menurut mereka, ketiga hal tersebut membuat keinginan buruh mendapat upah dan kehidupan yang makin layak makin jauh dari kenyataan.
Minimnya kepastian bagi tenaga kerja juga berdampak pada pelajar dan mahasiswa yang akan bekerja di masa mendatang. Sebab, mereka berpotensi bekerja sebagai buruh kontrak bertahun-tahun tanpa ada kepastian.
Nining melanjutkan, Dampak lainnya dari hilangnya kepastian kerja dan perlindungan hukum adalah hilangnya kebebasan buruh untuk berekspresi dan berpendapat menuntut haknya.
Editor: Agung DH