tirto.id - Ketua Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho meminta kepada PT. Pertamina agar tidak menggunakan tenaga Ormas Pemuda Pancasila untuk menggusur paksa tanah warga di Gang Batu II, Pancoran, Jakarta Selatan.
Selain itu, Pertamina juga harus menjelaskan tujuan mereka mempergunakan ormas dalam pengamanan aset-aset mereka.
"Jika tujuannya pengamanan, maka Pertamina harusnya merujuk pada Tupoksi Polri yang salah satunya adalah pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas) dan tidak mempergunakan tenaga ormas yang sama sekali tidak memiliki diskresi untuk melakukan tindak pengamanan apalagi dengan kekerasan,” kata Teguh melalui keterangan tertulisnya, Jumat (19/3/2021).
Kemudian, Ombudsman juga meminta kepada Kementerian BUMN untuk mendalami keterkaitan Pertamina dengan ormas tersebut. Bagaimana hubungan kerjasama itu dilakukan serta sumber pendanaan dari kerjasama tersebut.
“Hal ini untuk memastikan anggaran BUMN yang dipergunakan untuk pengamanan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menjadi pemicu konflik horizontal,” ucapnya.
Menurut Ombudsman, PT. Pertamina seharusnya bisa bekerjasama dalam pengamanan aset vital mereka dengan perbantuan dari Polri sebagaimana yang termuat di dalam PP 76/2020 tentang jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Polri yaitu jasa pengamanan pada objek vital nasional dan objek tertentu.
Perbantuan pengamanan objek vital oleh Polri, kata dia, tentunya juga tidak lantas menjadikan aparat berhak untuk langsung mempergunakan tindak kekerasan walaupun memiliki diskresi untuk itu.
"Tapi lebih memilih pendekatan persuasif, dan Polri jelas memiliki bukan hanya kewenangan, tapi juga kompetensi dibandingkan dengan ormas,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ombudsman menyayangkan kelambatan pihak Polda Metro Jaya dalam hal ini Polres Metro Jakarta Selatan untuk mengantisipasi timbulnya bentrokan antara warga Pancoran dengan Ormas Pemuda Pancasila yang mengakibatkan jatuhnya korban.
Ombudsman meyakini peristiwa bentrok tersebut jelas bukan merupakan kejadian yang terjadi secara spontan melihat rangkaian konflik yang ada selama ini.
Kata Teguh, Polda Metro Jaya seharusnya sejak dari awal sudah mampu melakukan deteksi potensi gangguan keamanan untuk memastikan tindakan persuasif yang diperbolehkan Undang-undang, termasuk membubarkan kerumunan sejak dari awal baik dari pihak ormas maupun warga.
Agar bentrokan susulan tidak terjadi lagi, Ombudsman meminta Polres Jakarta Selatan mempergunakan kewenanganya untuk menerbilkan Laporan Polisi Model A untuk mengusul tuntas peristiwa tersebut.
“Hal ini penting dilakukan untuk membangun kepercayaan publik terhadap kemampuan Polri dalam menegakkan hukum, termasuk penggunaan kekerasan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan,” pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri