tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan memberikan lencana bagi “masyarakat yang aktif berpartisipasi melaporkan dugaan tindak pidana di media sosial.” Mereka menyebut program ini sebagai ‘Badge Awards’ dan telah dipublikasikan di media sosial.
Dalam unggahan di akun Instagram ccicpolri, lencana itu berbentuk logo Siber Polri yang dikelilingi delapan garis berlekuk berwarna kuning keemasan. Di bagian bawah lencana terdapat persegi panjang yang mencantumkan nomor '003'.
Aktivis pro demokrasi beramai-ramai mengkritik rencana program ini. Garis besar kritik mereka adalah ia hanya akan jadi ajang adu domba masyarakat, menyuburkan praktik multitafsir UU ITE, dan pada akhirnya mempersempit ruang demokrasi karena masyarakat jadi takut berpendapat.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti, misalnya, menyebut ‘Badge Awards’ seperti secara tidak langsung membangkitkan kembali Pamswakarsa. Pamswakarsa atau pasukan pengamanan masyarakat swakarsa adalah kelompok masyarakat yang dibentuk TNI di akhir masa Orde Baru untuk menghalau para mahasiswa yang menolak Sidang Istimewa MPR 1998. Listyo Sigit, Kalpori saat ini, mengatakan berencana menghidupkan kembali kelompok ini.
“Ini bagaikan Pamswakarsa versi digital. Polisi membentuk kelompok tertentu di golongan masyarakat yang dapat mencabut kebebasan masyarakat lain,” tutur Fatia kepada reporter Tirto, Selasa.
Sementara Asfinawati, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengatakan dampak dari iming-iming pemberian lencana akan menyuburkan praktik adu domba dengan penggunaan UU ITE yang multitafsir. Menguatnya penggunaan UU ITE tidak lain bakal melahirkan korban-korban baru. “Bukan tak mungkin sewaktu-waktu kena ke kita sendiri,” kata Asfinawati kepada Tirto, Selasa (16/3/2021).
Selain itu, jika pengaduan itu terverifikasi melanggar tindak pidana siber, maka bisa saja polisi akan memproses hukum. Jika mekanisme keadilan restoratif gagal, bukan mustahil pula pemenjaraan terjadi. Bila hukuman kurungan resmi dijatuhkan, maka overkapasitas lembaga pemasyarakatan tak terbendung.
Ia juga menilai ‘Badge Awards’ kontras dengan keinginan Presiden Joko Widodo merevisi UU ITE. Ia hanya akan menyempitnya ruang demokrasi, kata Asfin.
Tanpa keterlibatan publik pun polisi telah diduga mempersempit ruang demokrasi. Ini terjadi ketika Polresta Surakarta menindak pemilik akun yang meledek Wali Kota Solo sekaligus anak Presiden Gibran Rakabuming. Komentar tersebut terkait keinginan Gibran untuk menggelar semifinal dan final Piala Menpora di Kota Solo. Ia menulis menggunakan akun @arkham_87 di Instagram @garudarevolution: “Tau apa dia tentang sepak bola, taunya dikasih jabatan saja.”
Dengan penafsiran letterlijk, polisi menyebut itu hoaks karena Gibran tidak diberi jabatan, tapi mengikuti prosedur pemilihan kepala daerah yang berlaku.
Demikian pula kata peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto terhadap ‘Badge Awards’. ‘Badge Awards’ seakan hendak membangun partisipasi masyarakat, tapi sebenarnya yang terjadi justru sebaliknya. “Masyarakat sedang diarahkan untuk terpecah-pecah karena saling curiga. Efeknya, bila makin parah, adalah ketidakpercayaan antara masyarakat dan [muncul] konflik horizontal,” ucap dia kepada reporter Tirto, Selasa.
“Siapa yang bisa menjamin semua laporan diverifikasi, ditindaklanjuti, minim konflik kepentingan dengan pihak-pihak lain, misalnya. Saya melihat itu lebih pada sensasional saja daripada substansial,” tambah Bambang.
Ditarik lebih jauh, menurutnya jika ‘Badge Awards’ dijalankan, Indonesia akan memasuki era panoptikon. Artikel dari The Guardian menjelaskan panoptikon awalnya diterapkan dalam penjara, di mana para napi “tidak dapat melihat penjaga (yang terdapat di menara yang memancarkan cahaya terang), dan karena itu berasumsi bahwa mereka selalu di bawah pengawasan.”
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan program tersebut masih dalam perencanaan, yang salah satu materi pembahasannya adalah kualitas dan kuantitas dari pihak pelapor. “Masih akan diukur nominasi apa yang akan diberikan kepada seseorang,” ujar dia di Mabes Polri, Rabu (17/3/2021).
Sementara Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Reinhard Hutagaol memastikan nantinya mereka tidak akan asal menindak laporan. “Lewat verifikasi tentunya,” kata Reinhard kepada reporter Tirto, Selasa.
Sementara Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti mengatakan efektivitas program ini dapat diukur setelah berjalan. “Perlu waktu untuk bisa melakukan review dan menganalisis,” ujar Poengky kepada reporter Tirto, Rabu.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino