Menuju konten utama

OJK: Sektor Keuangan Terjaga Mampu Hadapi Ketidakpastian Global

OJK menilai ketidakpastian global, mulai dari kenaikan suku bunga global maupun dari peningkatan tensi geopolitik harus terus diwaspadai.

OJK: Sektor Keuangan Terjaga Mampu Hadapi Ketidakpastian Global
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan paparan pada pertemuan The 4th Indonesia Fintech Summit yang diprakarasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, AFTECH, dan AFPI di Bali, Kamis (10/11/2022). ANTARA FOTO/HO/Humas OJK/wpa/tom.

tirto.id - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar optimistis sektor jasa keuangan Indonesia masih terjaga dalam menghadapi ketidakpastian global. Hal itu ditunjukan dari terjaganya permodalan, likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga.

"Sektor jasa keuangan terjaga stabil dalam menghadapi ketidakpastian global. Hal itu ditunjukan oleh terjaganya permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga,” kata Mahendra saat konferensi pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan, Senin (30/10/2023).

Mahendra menyoroti, ketidakpastian global, mulai dari kenaikan suku bunga global maupun dari peningkatan tensi geopolitik harus terus diwaspadai. Dia menuturkan, Rapat Dewan Komisioner (RDK) yang dilakukan pada 25 Oktober 2023 menegaskan, divergensi atau perbedaan kinerja ekonomi ekonomi global masih terus berlanjut.

"Di Amerika Serikat [AS] tercatat pada kuartal III 2023, pertumbuhan ekonomi tercatat meningkat 4,9 persen dibandingkan pada kuartal I 2,1 persen, dengan ditunjukan pasar tenaga kerja terus membaik, dan tekanan inflasi tetap ataupun tersistem tinggi. Hal ini mendorong meningkatkan aksi jual di pasar obligasi AS,” kata Mahendra.

Sementara itu, dalam laporan OJK, risiko geopolitik global semakin meningkat seiring dengan konflik di Gaza, Palestina antara Israel dan Hamas yang berpotensi mengganggu perekonomian dunia.

“Di Eropa kondisi ekonomi mengalami stagflasi, sementara di Tiongkok pemulihan ekonomi masih belum memenuhi harapan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan ekonomi global,” ucap Mahendra.

“Kenaikan yield surat utang di AS telah meningkatkan tekanan outflow atau keluarnya modal dari pasar emerging market termasuk Indonesia, dan mendorong pelemahan di pasar nilai tukar mata uang dan pasar obligasi secara signifikan,” lanjut dia.

Untuk diketahui, pada tingkat domestik, Indonesia tercatat inflasi sebesar 2,28 persen secara yoy, sejalan dengan ekspektasi pasar 2,2 persen. Namun, perlu dicermati, pada tren kenaikan inflasi bahan pangan, terutama komoditas beras dan gula mengalami penurunan produksi global akibat el nino.

Kemudian, secara umum, daya beli masih tertekan, yang tercermin dari inflasi inti yang kembali turun, serta kinerja penjualan retail yang masih rendah.

Baca juga artikel terkait SEKTOR KEUANGAN atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - News
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin