Menuju konten utama

OJK Sebut Belum Ada UU yang LIndungi Data Pribadi Konsumen FIntech

Pemerintah baru memiliki regulasi untuk mengatur data konsumen perbankan. Perlindungan data konsumen fintech belum dijamin oleh regulasi.

OJK Sebut Belum Ada UU yang LIndungi Data Pribadi Konsumen FIntech
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan pemaparan saat Konferensi Pers Akhir Tahun 2017 OJK di Jakarta, Kamis (21/12/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id -

Otoritas Jasa Keuangan menyebut bahwa UU perlindungan data pribadi perlu segera dibuat. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan molornya pengesahan RUU ini telah menyebabkan absennya regulasi yang mampu melindungi data individu.
"Tapi tidak ada sebuah UU yang benar-benar melindungi data pribadi. Jadi ada absen dari kerangka hukum di perlindungan data pribadi," ucap WImboh dalam paparannya di JCC Senayan Senin (23/9/2019).
Wimboh bilang, saat ini pemerintah baru memiliki regulasi untuk mengatur data konsumen perbankan. Di samping bank, UU yang mengatur data pribadi juga sudah diakomodir dalam beleid tentang asuransi, pasar modal, dan pajak.
Pada beberapa sektor ini, data pribadi konsumen sudah dijamin. Setiap praktik menyebar, membagikan, bahkan membocorkan data konsumen sudah barang tentu akan melanggar hukum dan pelakunya bisa dipidana.
Masalahnya, ujar Wimboh, ada data pribadi di luar sektor itu yang belum diregulasi seperti fintech dan pinjaman online atau peer to peer (P2P) Lending.

Untuk segmen ini, Wimboh menyatakan UU data pribadi memiliki peran mengisi kekosongan di luar sektor yang sudah diregulasi.

"JIka data individu bukan data nasabah bank asuransi, pajak, dan pasar modal ini uu belum ada, tentunya kita harap segera ada UU sehingga data individu nasabah jika orang share akan dianggap melanggar uu dan pidana," jeas WImboh.
Sampai saat ini, Wimboh menyatakan pemerintah sudah berupaya meminimalisir dampak dari kekosongan hukum ini dengan membuat asosiasi dan kode etik terutama bagi pelaku fintech dan P2P Lending.

Dalam kode etik yang berlaku, pelaku tidak boleh melanggar ketentuan data pribadi yang bisa berujung pada penutupan usaha.

Hanya saja, WImboh menegaskan masyarakat juga perlu memiliki kesadaran. Menurutnya pemerintah bisa saja membuat beleid yang melindungi data pribadi, tetapi tersebarnya data konsumen juga bisa disebabkan karena pengguna menandatangani kontrak untuk mengizinkan pelaku mengambil data dari konsumen.
Sebab bila ada persetujuan dari pemilik, maka data itu sama saja boleh digunakan pelaku usaha. Hal ini katanya sudah diatur juga dalam kode etik kalau anggota asosiasi fintech tidak boleh share data pribadi tanpa concern dan persetujuan pemilik data.
"Permasalahannya terkadang nasabah tidak sadar juga sudah tanda tangan bahwa boleh share data ke orang lain. Itu masyarakat harus hati-hati pada saat sudah menandatangani perjanjian cek betul jangan sampe ada form yang tidak sadar nasabah memberi hak kepada orang lain untuk share data," ucap WImboh.

Baca juga artikel terkait KEAMANAN DATA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana