tirto.id - Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global turun dari 3,1 persen tahun ini menjadi 2,2 persen pada 2023. Tingkat pertumbuhan pada 2023 juga diproyeksikan di bawah perkiraan sebelum pecahnya konflik Rusia-Ukraina.
"Asia akan menjadi mesin utama pertumbuhan pada 2023 dan 2024, sedangkan Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan akan mengalami pertumbuhan yang sangat rendah," dalam isi laporan dikutip dari Antara, Rabu (23/11/2022).
Kemudian OECD juga memproyeksi pasar negara berkembang utama di Asia akan mencapai hampir tiga perempat dari pertumbuhan PDB global pada tahun 2023. Sementara ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan akan melambat.
"Tertahan oleh harga energi dan makanan yang tinggi, kepercayaan yang lemah, berlanjutnya kemacetan pasokan dan dampak awal dari kebijakan moneter yang lebih ketat, pertumbuhan tahunan di kawasan euro pada 2023 diproyeksikan menjadi 0,5 persen," bunyi laporan tersebut.
Sementara itu, perekonomian Amerika Serikat hanya akan tumbuh sebesar 0,5 persen pada tahun 2023, dibandingkan dengan 1,8 persen pada tahun 2022. Pasar energi tetap berada di antara risiko penurunan yang signifikan.
"Eropa telah menempuh perjalanan panjang untuk mengisi kembali cadangan gas alamnya dan mengekang permintaan, tetapi musim dingin ini di Belahan Bumi Utara pasti akan menantang," dalam laporan OECD.
OECD menambahkan harga gas yang lebih tinggi atau gangguan pasokan gas akan langsung berdampak pada pertumbuhan yang jauh lebih lemah. Kemudian inflasi lebih tinggi di Eropa dan dunia pada tahun 2023 dan 2024.
Sementara itu, , OECD menekankan mempercepat investasi dalam adopsi dan pengembangan sumber-sumber energi bersih akan sangat penting untuk mendiversifikasi pasokan energi. Diharapkan bisa memastikan keamanan energi.
Editor: Intan Umbari Prihatin