Menuju konten utama

Nurul Ghufron Yakin Tidak Melakukan Pelanggaran Etik

Nurul Ghufron meyakini dirinya tidak bersalah melakukan pelanggaran etik.

Nurul Ghufron Yakin Tidak Melakukan Pelanggaran Etik
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kedua kanan) meninggalkan ruangan usai mengikuti sidang etik di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Sidang etik terkait penyalahgunaan wewenang dalam mutasi pegawai Kementerian Pertanian tersebut beragendakan pemeriksaan saksi. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga/rwa.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, meyakini dirinya tidak bersalah melakukan pelanggaran etik. Hal ini diungkapkannya usai menyampaikan pembelaan pada sidang etik dugaan penyalahgunaan wewenang yang digelar Dewan Pengawas KPK.

"Dalam perspektif saya, saya yakin, semestinya tidak terbukti, tetapi apapun itu karena yang menilai Dewas ya pasrahkan kepada keputusan Dewas," kata Ghufron di Gedung Dewas KPK, Jakarta, Senin (20/5/2024),

Keyakinan Ghufron tak berbuat salah karena dia merasa apa yang dilakukannnya hanya menanyakan alur atau proses mutasi di Kementerian Pertanian (Kementan). Pertanyaan itu ditanyakan Ghufron kepada Kasdi yang saat itu menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Inspektorat Jenderal (Irjen).

Ghufron menegaskan, dia menelepon Kasdi untuk menyampaikan keluhan terkait penolakan permohonan mutasi seorang ASN di Kementan bernama Andi Mandasari, tetapi langsung diterima saat mengajukan pengunduran diri.

"Saudara Kasdi mengatakan saya menelepon minta bantuan, padahal saya menyampaikan pada saat itu adalah keluhan inkonsistensi ada seorang minta mutasi tidak boleh tapi kemudian mundur boleh," ucap Ghufron.

Ghufron mengaku, telah mendiskusikan hal tersebut dengan pimpinan KPK, Alexander Marwata dan mendapatkan nomor telepon Kasdi dari Alex.

"Saya bersumpah, bahwa saya tidak pernah nelpon untuk minta bantuan, tetapi saya nelpon untuk sampaikan keluhan tentang ASN tersebut," jelas Ghufron.

Menurut Ghufron, Dewan Pengawas telah menyalahi aturannya sendiri soal sebuah kasus etik yang dianggap sudah kedaluwarsa.

"Perdewas nomor 4 tahun 2021 di Pasal 23, Dewas sendiri sudah membatasi dirinya dengan mengatur kedaluwarsa, yaitu satu tahun," ucap Ghufron.

Dia bilang, peristiwa ini sudah terjadi pada, Selasa (15/3/2022) lalu. Saat ini, sudah terhitung 2 tahun 2 bulan yang berarti peristiwa tersebut sudah kedaluwarsa.

"Tapi kemudian ditafsiri oleh Dewas seakan akan bahwa menghitungnya itu bukan menghitung kejadian tapi menghitung pada saat dilaporkan ke Dewas pada Jumat (8/12/2024)," ujar Ghufron.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN ETIK PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto