tirto.id - Aksi unjuk rasa kerap kali terjadi di seluruh belahan dunia ini. Entah di negara maju maupun di negara berkembang.
Dalam aksi ini tujuannya hanya satu yaitu upaya protes masyarakat didengar dan terealisasinya opini mereka. Bahkan tak jarang dalam aksi protes ini terjadi peningkatan kekerasan dan vandalisme yang membuat banyak korban berjatuhan.
Berikut ini adalah negara-negara yang pernah dilanda gelombang protes:
1. Chile
Pada Oktober 2019, Chile dilanda gelombang protes dari berbagai lapisan masa. Mereka turun ke jalan untuk menolak kenaikan harga transportasi yang tak lepas dari kebijakan yang pernah diambil oleh Augusto Pinochet, bekas diktator Chile pada tahun 1973 hingga 1989.
Lebih dari satu juta orang turun ke jalanan Santiago, Ibukota Chile, dengan tuntutan: Pinera lengser dari jabatannya. Sedangkan pemerintah Chile sudah menyiapkan sekitar 10.500 anggota militer dan kepolisian turun ke jalan untuk meredam aksi protes.
Gelombang protes warga Chile semakin besar ketika aparat melemparkan gas air mata dan tongkat-tongkat kian brutal menghajar. Mereka terus menyanyikan "Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan", yang dapat membakar semangat mereka dalam menyuarakan suara mereka. Namun, aksi protes ini menewaskan 18 demonstran.
2. Lebanon
Kian melemahnya mata uang pound sterling sejak pandemi virus Corona ini dimulai, membuat ratusan rakyat Lebanon melakukan aksi protes memenuhi seluruh sudut kota di Lebanon, seperti dikabarkan BBC News.
Pengunjuk rasa di kota Beirut melemparkan batu dan petasan ke arah polisi yang menggunakan gas air mata dan peluru karet ke arah mereka. Sementara itu di Tripoli Utara, pengunjuk rasa merusak beberapa fasilitas publik seperti bank dan toko. Mereka melempari bom Molotov ke tentara yang menyerang mereka dengan gas air mata.
Kepada agensi kantor berita AFP, seorang pengunjuk rasa mengatakan bahwa dia hanya menginginkan pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya. Dia juga menambahkan kalau dirinya tak mempercayai semua tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mengembalikan kurs mata uang mereka yang anljok.
3. Ekuador
Begitu halnya dengan yang terjadi di Ekuador pada bulan Oktober 2019 lalu. Ribuan orang turun ke jalan menolak pencabutan subsidi bahan bakar. Dilaporkan Guardian, gelombang protes ini telah melumpuhkan ekonomi dan menyebabkan tujuh orang tewas.
Namun akhirnya Presiden Ekuador, Lenín Moreno, telah mencapai kesepakatan dengan para pemimpin adat untuk membatalkan paket penghematan yang disengketakan dan mengakhiri protes yang telah dilakukan selama hampir dua minggu itu.
4. Irak
Akhir tahun 2019 terdapat aksi masa turun ke jalan di Irak. Protes antipemerintah terbesar dan paling berdarah sejak invasi pimpinan AS pada 2003 yang menggulingkan Saddam Hussein.
Kerusuhan dimulai pada 1 Oktober, ketika orang-orang turun ke jalan-jalan di Baghdad untuk meluapkan emosi mereka pada tingkat korupsi dan pengangguran yang tinggi, layanan publik yang mengerikan dan campur tangan asing. Para demonstran memblokir jalan, fasilitas minyak dan pelabuhan.
Mereka juga bentrok dengan pasukan keamanan, yang telah menembakkan peluru tajam sebagai tanggapan. Sedikitnya 420 orang dilaporkan tewas dan 17.000 terluka.
Para pengunjuk rasa, yang sebagian besar berusia di bawah 30 tahun dan mewakili berbagai lapisan masyarakat, tidak memiliki pemimpin untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Namun, jelas mereka menginginkan perombakan sistem politik pasca-2003, yang telah gagal melindungi standar hidup meskipun sumber minyak Irak sangat besar.
5. Hongkong
Ribuan demonstran berunjuk rasa memprotes rencana Beijing untuk memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional Baru di kota semi-otonom Hongkong. Kerumunan orang memadati area perbelanjaan Causeway Bay dan melanggar protokol kesehatan untuk menghindari penyebaran virus corona.
Demonstrasi itu terjadi di tengah kekhawatiran atas nasib formula "satu negara, dua sistem" yang telah memerintah Hong Kong sejak kembalinya bekas koloni Inggris itu ke pemerintahan China pada tahun 1997. Pengaturan tersebut menjamin kebebasan luas kota yang tidak terlihat di daratan, termasuk sebuah pers bebas dan peradilan independen.
Penulis: Ita Kunnisa Aniyavi
Editor: Agung DH