tirto.id - Data Survei Penduduk antar Sensus (SUPAS, 2019) menyebutkan bahwa dari 264 juta penduduk Indonesia, penyandang disabilitas mencapai 8,5 persen atau sekitar 21,84 juta jiwa. Bersama dengan penduduk lanjut usia yang jumlahnya mencapai 24,48 juta jiwa, penyandang disabilitas menjadi fokus pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) juga terus berupaya menggandeng banyak pihak dan pemangku kebijakan untuk terus mengembangkan akses lingkungan inklusif bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Selain itu, Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 114 tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Dengan peraturan ini, diharapkan adanya penguatan akses permodalan dan dukungan untuk masyarakat, dengan fokus masyarakat berpendapatan rendah, pelaku UMKM pekerja migran, anak lantar, penyandang disabilitas, lanjut usia, hingga mantan narapidana. SNKI juga bertujuan menciptakan sistem keuangan yang bisa diakses siapa saja, mendukung pertumbuhan ekonomi, mempercepat penanggulangan kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan antarindividu.
Tentu saja, kerja-kerja ini butuh napas panjang dan kerjasama dari berbagai pihak. Apalagi, pemerintah terus menggandeng pihak swasta untuk mempercepat akselerasi kerja seperti ini. Lantas, bagaimanakah mereka dapat bertahan di tengah pandemi? Ekonomi digital, sejatinya dapat dirasakan manfaatnya bagi seluruh orang, termasuk UMKM dari kaum terpinggirkan seperti lansia, penyandang disabilitas, dan juga mantan narapidana.
Pastikan Manfaat Ekonomi Digital untuk Semua
Grab Indonesia, perusahaan teknologi terkemuka menjadi salah satu pihak swasta yang menjadi partner pemerintah soal ini. Selain menghadirkan GrabMerchant yang membuat siapa saja bisa melakukan digitalisasi usaha secara mudah, cepat, dan aman, Grab juga senantiasa menghadirkan pelatihan dan bimbingan melalui program #TerusUsaha Akselerator bagi ratusan UMKM di seluruh Indonesia.
Tak hanya itu, Grab juga menghadirkan teknologi GrabKios yang membantu individu yang kehilangan pekerjaan untuk bisa menjadi agen individu dengan menawarkan layanan finansial dan digital bagi mereka yang belum memiliki akses ke bank. Ini adalah kesempatan penting, mengingat banyak orang mengalami pengurangan pendapatan dan juga kehilangan pekerjaan. Menurut survei yang dilakukan Jaringan Difabel Indonesia, sekitar 86 persen responden yang bekerja di sektor informal mengalami pengurangan pendapatan antara 50 hingga 80 persen.
Grab juga menaruh perhatian pada orang-orang yang selama ini terpinggirkan. Selain memberikan banyak kesempatan bagi penyandang disabilitas, Grab menjadi mitra yang baik bagi lansia. Grab memberikan akses untuk membuktikan diri bahwa para lansia masih tetap bisa bekerja dengan baik dan cekatan serta tetap mandiri.
Selama pandemi ini, lebih dari 600.000 UMKM baru telah bergabung dalam platform Grab melalui 40 inisiatif dan layanan baru yang dihadirkan. Aplikasi Grab juga menjangkau lebih dari 7.000 pasar tradisional di 236 kota di Indonesia melalui layanan GrabAssistant.
Rosdiana Nainggolan (60) adalah salah satu lansia yang mendapat manfaat dari bermitra dengan GrabMart. Sebagai pedagang di pasar tradisional di Pringgan, Medan, Rosdiana mengalami banyak pasang surut usaha. Namun, pandemi memukul usahanya paling telak. Pendapatannya anjlok hingga 70 persen.
Anaknya lantas menyarankan Rosdiana untuk bergabung jadi mitra merchant GrabMart. Awalnya Rosdiana enggan karena merasa sulit menggunakannya. Perlahan dia belajar dari anaknya, dan belakangan usahanya membaik karena banyak pembeli belanja dari lapaknya.
“Sekarang saya sudah bisa terima dan layani sendiri pesanan online. Ternyata mudah pakai Grab,” ujar Rosdiana.
Fitur GrabFood juga membantu Puji Hartono (65), mantan pekerja kontraktor yang sempat punya utang ratusan juta karena usahanya gagal. Di tengah kesulitan itu, Cak Toni, panggilan akrabnya, membuka usaha kuliner Nasi Bakar Cak Toni dan mendigitalkan usahanya sejak Juli 2019. Memang, adaptasi ke digital tak pernah muda bagi lansia, tapi toh Cak Toni pantang menyerah.
Nasi Bakar Cak Toni laris manis berkat banyaknya pesanan online lewat GrabFood. Omzetnya meningkat hingga 80 persen. Utangnya lunas dalam waktu setahun dan dia pun bisa mengembangkan usaha.
“Waktu awal-awal itu saya memang sempat bingung, tapi saya tidak malu untuk bertanya pada karyawan bagaimana cara memakai aplikasi GrabFood. Untungnya aplikasi GrabMerchant ini mudah digunakan dan ada banyak tutorial buat membantu,” ujar Cak Toni yang sekarang punya 29 karyawan.
#TerusUsaha untuk Mendobrak Sunyi
Lain cerita bagi para kaum difabel. Bagi Fajar Shiddiq, hidup adalah perjuangan. Teman tuli asal Bandung ini sadar betul perjuangannya akan lebih keras. Tak bisa mendengar sejak kecil, semua terasa lebih menantang baginya. Meski demikian, ia tak pernah berharap belas kasih, apalagi tatapan iba. Ia bertekad hidup mandiri.
Pemuda usia 29 tahun ini pernah bekerja di sebuah butik. Tugas utamanya adalah memotong kain. Setelah setahun, Fajar memilih berhenti. Alasannya karena penghasilannya kurang dan ia merasa kurang cocok bekerja di sana. Ia kemudian melamar kerja di mana-mana, tapi tak ada yang mau menerima Fajar. Selama satu tahun, Fajar bertahan hidup dari sisa tabungannya.
“Saya sempat bingung karena selalu ditolak kerja. Kemudian, saya dapat info dari Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) soal kesempatan kerja di Grab,” ujar Fajar dengan bahasa isyarat.
Dengan bekal kemampuan menyetir yang baik dan restu orang tua, Fajar melamar di Grab. Jalanan memang menawarkan tantangan, tapi Fajar seumur hidup sudah melewati semua tantangan hidup dengan baik. Apalagi ia juga bertekad mendapat penghidupan yang lebih layak. Setelah menunggu tiga bulan, Fajar resmi jadi mitra GrabCar pada Juli 2019. Ia menjadi teman tuli pertama yang jadi mitra GrabCar di Bandung.
Untuk memperluas misi Grab memastikan setiap orang dapat menikmati manfaat dari ekonomi digital bagi semua orang, Grab memperkenalkan program ‘Mendobrak Sunyi’ bekerja sama dengan Gertakin sejak tahun 2019 lalu. Mereka menawarkan kesempatan bagi teman tuli menjadi mitra pengemudi Grab.
Fajar paham soal kemungkinan kesulitan berkomunikasi dengan customer. Jadi dia membuat poster yang berisi informasi bahwa dia tuli dan menempelnya di kepala kursi. Beruntung, hingga sekarang tak pernah ada customer yang tak memahami itu. Selain itu, dalam aplikasi Grab juga ada notifikasi khusus untuk memberitahu penumpang bahwa mitra pengemudi mereka adalah Teman Tuli, dan layanan telepon juga dinonaktifkan.
Bekerja di Grab tak hanya memberikan penghasilan yang cukup, tapi juga memberikan rasa percaya diri pada Fajar. “Sebelum kerja di Grab, saya kadang merasa kurang percaya diri. Kalau bertemu orang, juga khawatir salah ngomong, takut salah paham. Tapi setelah masuk Grab saya jadi berpikir: tidak apa-apa, saya harus berani berkomunikasi.”
Fajar adalah satu dari ratusan mitra pengemudi Grab Tuli yang terbantu oleh layanan ini.
Pada 2018, melalui layanan GrabBike dan GrabCar, Grab berkontribusi triliunan rupiah terhadap penciptaan lapangan kerja di Bandung, tempat kerja Fajar. Sebelum bergabung dengan Grab, lebih dari seperempat mitra pengemudi tidak punya sumber penghasilan sama sekali.
Apa yang dilakukan oleh Fajar, Rosdiana, juga Cak Toni adalah sebuah kisah pantang menyerah dari orang-orang yang mengalami masa sulit dalam hidup. Semangat #TerusUsaha dari Grab senantiasa mereka pegang agar tetap produktif, memiliki penghidupan yang lebih baik, serta memberikan banyak manfaat bagi keluarga dan komunitas di sekitar mereka.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis