Menuju konten utama

Musisi Jatuh Cinta, Jadilah Karya

Bagi beberapa musisi, kisah cinta memang tak selalu berakhir bahagia. Namun romansa itu melahirkan beberapa karya yang layak dikenang.

Musisi Jatuh Cinta, Jadilah Karya
Joan Baez & Bob Dylan. FOTO/Istimewa

tirto.id - We both could have died then and there

Now you're telling me

You're not nostalgic

Then give me another word for it

You who are so good with words

And at keeping things vague

'Cause I need some of that vagueness now

It's all come back too clearly

Yes I loved you dearly

And if you're offering me diamonds and rust

I've already paid

Musisi Joan Baez membuat lagu "Diamond and Rust", sesaat setelah ia berbincang dengan Bob Dylan via telepon pada pertengahan tahun 1970an. Waktu itu sepuluh tahun setelah Baez dan Dylan pertama kali berjumpa. Lirik lagu itu menyiratkan berbagai perasaan yang pernah muncul saat mereka menghabiskan waktu bersama.

Kepada Rolling Stone Baez berkata, “Karya yang bagus datang dari dalam. Dan hal terdalam itu ialah bagaimana saya sangat terpengaruh oleh Bob dalam hubungan dan segalanya. Akan terasa bodoh bila saya berpura-pura untuk berpikir sebaliknya. Satu-satunya hal yang lahir dari hubungan kami adalah lagu terbaik dalam hidup saya.”

Mereka pertama kali bertemu pada tahun 1961. Di momen itu, salah seorang kawan Dylan menyarankan untuk mendekati Baez. Mereka akhirnya berkenalan. Sebelum pertemuan itu, Dylan pernah melihat penampilan Baez di televisi. Dalam buku otobiografinya, Dylan mengatakan betapa ia terkesan dengan Baez.

“Saya tidak bisa berhenti memandangnya. Tidak ingin berkedip,” kenang Dylan.

Nyatanya tak hanya pelantun "Blowin' in the Wind" itu yang terkesan. Baez pun merasakan hal yang sama. “Dia memberi suara terhadap ide-ide yang ingin saya ekspresikan tetapi tidak tahu caranya,” tutur Baez.

Ide yang dimaksud ialah keinginan untuk melawan ketidakadilan sosial. Sejak saat itu Baez mulai menulis lagu sebagai medium protes. Ia sesekali menyanyikan lagu-lagu karya Bob Dylan dan mengundangnya dalam tur musik.

Mereka kerap berbagi panggung dan bernyanyi bersama. Banyak orang melihat mereka adalah duet yang pas. Namun, ada pula yang merasa hubungan mereka tak sekadar hubungan profesional. Suze Rotolo, kekasih Dylan, merasa cemburu dengan kedekatan Dylan dan Baez. Pada akhirnya, Suze memilih mengakhiri hubungan.

“Saya tergila-gila dengannya dan kami menjalani hari-hari yang sangat menyenangkan,” kata Baez dalam film dokumenter How Sweet The Sound (2009). “Suara kami berpadu dengan sangat baik. Kami bisa menulis apa saja dan semua itu jadi karya yang apik,” ujar Dylan di film itu.

Lirik-lirik dalam lagu Dylan membuat Baez berharap untuk bisa terus bersama, dan menyanyikan lagu-lagu yang mampu memicu pergerakan sosial. Ternyata, Dylan risih dengan julukan King of Protest yang disematkan publik padanya. Pada 1965, Dylan memutuskan berhenti menulis lagu protes.

Infografik Kisah kasih penyanyi ternama

Meski Dylan berhenti jadi raja protes, kebersamaannya dengan Baez tak berakhir di sana. Pada 1966, Baez ikut dalam tur Dylan ke Inggris. Ternyata, Dylan tidak mengajak Baez ke panggung sesuai janjinya. Sejak saat itu hubungan mereka merenggang. Dylan sendiri merasa bersalah sesudahnya.

Pada 1972 Baez menciptakan lagu "To Bobby" untuk menyiratkan kerinduan pada Dylan. “Do you hear the voices in the night Bobby? They’re crying for you. See the children in the morning light Bobby. They are dying."

Cinta yang Menghasilkan Karya

Lagu-lagu yang dihasilkan Baez adalah apa yang terjadi jika seorang musisi jatuh cinta. Ada banyak lagu yang lahir karena perasaan serupa. Kisah paling populer di dunia rock n roll adalah saat George Harrison menulis "Something" untuk istrinya, Pattie Boyd. Setelah mereka berpisah, Boyd menikah dengan Eric Clapton. Suaminya itu kemudian menuliskan "Layla", lagu yang mengambil kisah Layla dan Majnun.

Kisah serupa tapi tak sama juga terjadi pada Patti Smith. Kisahnya itu ditulis dalam buku Just Kids (2010). Buku yang memenangkan penghargaaan National Book Award untuk kategori buku non fiksi ini berkisah tentang kebersamaan Patti dengan Robert Mapplethorpe, mantan kekasihnya. Di toko buku di Indonesia, Just Kids sempat mengisi rak buku terlaris. Patti mulai menulis buku ini 20 tahun setelah Robert wafat di akhir 1980 karena AIDS.

“Sehari sebelum Robert meninggal, saya berjanji akan menulis cerita tentang kami,” kata Patti pada NPR.

Patti dan Robert bertemu saat merekaberusia 21 tahun. Waktu itu Patti punya impian menjadi pelukis atau penulis. Ia memandang Robert sebagai seorang seniman. Ia kagum dengan Robert yang mampu melukis dan kolase. Mereka memutuskan untuk tinggal bersama.

Perkenalan Patti dan Robert terjadi delapan tahun sebelum Patti menempuh karier sebagai penyanyi. Saat itu mereka belum memiliki pekerjaan tetap yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. New York Timespernah menulis keterbatasan kondisi finansial mereka. Waktu pergi ke museum, mereka hanya membeli satu tiket. Orang yang masuk ke dalam museum wajib menceritakan apa yang dia lihat pada orang yang menunggu di luar museum. Saat berlibur ke Coney Island, mereka hanya mampu membeli satu porsi makanan.

Meski demikian Patti tetap menikmati kebersamaan dengan Robert. “Kami bangun dan menyadari bahwa kami tidak lagi sendiri,” kata Patti pada artikel berjudul "Patti Smith Remembers Life With Mapplethorpe".

Patti pula yang membuat Robert belajar memotret. Pada 1970-an, Robert mulai dikenal sebagai fotografer. Bisa dibilang, Patti adalah muse-nya. Salah satu foto masyhur Robert adalah foto sampul album pertama Patti, Horses (1975). Foto ikonik itu menampilkan Patti yang mengenakan kemeja putih longgar dan celana, serta memegang jas. Selain menjadi fotografer, Robert juga menjadi pengarah gaya.

Kisah cinta mereka memang tak seperti hubungan romansa pada umumnya. Dalam sebuah pesta, Robert mengaku dirinya adalah gay. "Dia menangis saat mengakui itu. Aku mencintai Robert, dan ingin kami tetap dekat," tutur Patti.

Patti dan Robert berpisah sebagai kekasih pada akhir tahun 1970. Patti fokus dalam bermusik kemudian menikah dengan Fred “Sonic” Smith dan pindah ke Detroit. Ia tetap menganggap Robert sebagai cinta sejati di masa muda.

Bila Baez dan Patti melahirkan karya yang berasal dari kisah cinta mereka, David Bowie menemukan "rumah" saat ia bertemu dengan Iman, model berdarah Somalia. Pertengahan 1980-an adalah titik terendah dalam karier Bowie. Ia merasa lagunya tak bisa lagi menunjukkan identitas diri. Di titik tersebut, untuk pertama kalinya ia menginginkan menghabiskan hidup bersama seseorang.

Dalam tayangan Entertainment Tonight, Iman berkata dirinya bertemu Bowie dalam acara kencan buta. Awalnya Iman berkata, “Saya tidak siap berada dalam sebuah hubungan. Saya tidak mau berhubungan dengan orang sepertinya. Tetapi saya selalu bilang, saya tidak menikah dengan David Bowie. Bowie ialah persona. Ia penyanyi dan penghibur. David Jones ialah pria yang saya temui,” kata Imanyang mengagumi Bowie dan kerap hadir di setiap konsernya.

Pernikahan dengan Iman bagai titik balik dalam hidup Bowie. Musisi pencipta "Ziggy Stardust" ini berhenti mengonsumsi narkoba dan minuman beralkohol. Ia mulai menyantap makanan sehat. “Semua terasa sempurna. Kami berdua sama-sama pernah bercerai dan punya anak. Dan kami sama sama ingin menghabiskan hidup kami bersama,” kata Bowie.

Iman dan Bowie menikah setelah menjalin kasih selama 18 bulan. Bowie mengaku bahwa ia langsung jatuh hati saat pertama kali bertemu Iman. Saat itu ia bahkan telah membayangkan nama anak mereka kelak. Delapan tahun kemudian, nama yang ia bayangkan disematkan pada putri mereka: Alexandria Zahra Jones.

Dalam David Bowie: Starman (2010), Bowie berkata bahwa ia hendak meluangkan lebih banyak waktu dengan anaknya. Kesempatan yang ia sia-siakan dengan anak pertamanya. Sang musisi legendaris ini melakukannya dengan rutin mengantar Alexandria sekolah. Buku tersebut juga menyebutkan bahwa Bowie kerap berkata pada kawan-kawan atau orang yang ia temui bahwa, “Menikah adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya.”

Baca juga artikel terkait DAVID BOWIE atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Musik
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Nuran Wibisono