tirto.id - Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa proses pembahasan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI soal dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama tidak dilakukan secara tergesa-gesa, melainkan sudah melalui proses pembahasan.
"Asumsi yang menggambarkan bahwa MUI Pusat menetapkan sikap dan pandangan keagamaan secara mendadak, tiba-tiba atau tergesa-gesa sangat tidak beralasan," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Infokom Masduki Baidlowi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/2/2017).
Dijelaskan oleh Masduki, proses pembahasan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI telah dimulai sejak awal Oktober 2016, sebelum MUI DKI mengeluarkan surat teguran.
Demikian pula dengan Surat Teguran MUI DKI. Menurutnya Surat Teguran MUI DKI untuk Ahok dikeluarkan pada 9 Oktober 2016 dan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI Pusat dikeluarkan pada 11 Oktober 2016.
Surat teguran serta pendapat dan sikap keagamaan tersebut, kata dia, tidak bertentangan tapi saling mendukung.
Soal urgensi Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI ini sebelumnya mengemuka pada sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Senin (31/1/2017). Pada sidang itu, pengacara Ahok, Humphrey Djemat menyangsikan urgensi laporan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat terhadap kasus Ahok.
Humphrey menilai jeda waktu teguran dari MUI daerah DKI Jakarta dan pendapat keagamaan yang dikeluarkan oleh MUI pusat terlalu singkat. Alasannya, menurut Humphrey, Ma'ruf mengakui bahwa empat komisi dalam MUI pusat dan badan pengurus harian telah mengadakan forum sejak tanggal 1 sampai 11 Oktober 2016. Sedangkan teguran yang dikeluarkan oleh MUI DKI telah dikeluarkan pada tanggal 9 Oktober.
"Apa urgensinya MUI pusat mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan dua hari setelah MUI daerah DKI mengeluarkan teguran?" tanya Humphrey dalam sidang.
Menjawab cecaran dari pengacara Ahok itu, Ma'ruf mengatakan bahwa dua laporan ini sangat berbeda. Menurutnya, MUI DKI merupakan teguran, sedang MUI pusat berupa sikap dan pendapat keagamaan.
"Karena teguran itu tidak meredakan keadaan dan bisa menimbulkan kegaduhan-kegaduhan nasional," ujar Ma'ruf.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH