tirto.id - Pada persidangan kedelapan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Auditorium Kementrian Pertanian, Selasa (31/1/2017) pengacara Ahok, Humphrey Djemat menyangsikan urgensi laporan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Humphrey menilai jeda waktu teguran dari MUI daerah DKI Jakarta dan pendapat keagamaan yang dikeluarkan oleh MUI pusat terlalu singkat. Alasannya, menurut Humphrey, Ma'ruf mengakui bahwa empat komisi dalam MUI pusat dan badan pengurus harian telah mengadakan forum sejak tanggal 1 sampai 11 Oktober 2016. Sedangkan teguran yang dikeluarkan oleh MUI DKI telah dikeluarkan pada tanggal 9 Oktober.
"Apa urgensinya MUI pusat mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan dua hari setelah MUI daerah DKI mengeluarkan teguran?" tanya Humphrey dalam sidang.
Menjawab cecaran dari pengacara Ahok itu, Ma'ruf mengatakan bahwa dua laporan ini sangat berbeda. Menurutnya, MUI DKI merupakan teguran, sedang MUI pusat berupa sikap dan pendapat keagamaan.
"Karena teguran itu tidak meredakan keadaan dan bisa menimbulkan kegaduhan-kegaduhan nasional," ujar Ma'ruf.
Lebih lanjut, penasihat hukum Ahok menilai Ma'ruf tidak objektif dalam melihat kasus Ahok karena kurangnya informasi yang dimilikinya. Tudingan itu terlontar dari pengacara Ahok karena dalam pengakuannya Ma'ruf mengaku tidak pernah melihat video saat kliennya berpidato di Kepulauan Seribu. Pengacara Ahok juga menyebut Ma'ruf tidak mengkaji seluruh kalimat Ahok dalam pidatonya.
"Apa susahnya menanyakan pada Ahok?" tanya Humphrey lagi.
Ma'ruf menjawab bahwa kalimat penistaan agama yang dilontarkan Ahok sudah jelas dan laporan dari masyarakat sudah cukup mumpuni untuk melaporkan gubernur DKI Jakarta itu ke polisi. Baginya, Ahok sudah bersalah dalam memberi tafsir, apalagi menuduh Alquran dipakai sebagai alat politik. Kata Ma'ruf, hal ini sama saja dengan menghina ulama karena biasanya yang menyebarkan ajaran Alquran adalah ulama.
"Tidak proporsional (Ahok menjelaskan Alquran), karena itu kita anggap tidak etis," paparnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Agung DH