Menuju konten utama

Muhammadiyah Kecam Warga Pulau Rempang Disingkirkan Pemerintah

Muhammadiyah nilai pemerintah sangat membela kepentingan investor dan mengabaikan kepentingan warga di Pulau Rempang.

Muhammadiyah Kecam Warga Pulau Rempang Disingkirkan Pemerintah
Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/rwa.

tirto.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengecam kebijakan pemerintah menggusur masyarakat Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau demi kepentingan industri swasta. Hal itu disampaikan melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) & Majelis Hukum dan HAM (MHH).

Muhammadiyah menilai pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI sangat berlebihan, bahkan terlihat brutal dan memalukan.

LHKP dan MHH PP Muhammadiyah juga menilai sangat keliru apa yang disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bahwa tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap.

“Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834. Menko Polhukam nampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik,” kata Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi, dalam keterangannya, Rabu (13/9/2023).

Pemerintah, kata Ridho, terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan.

Muhammadiyah, kata Ridho menilai Rempang Eco-city merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sangat bermasalah. Pasalnya payung hukumnya baru disahkan pada 28 Agustus 2023, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

“Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak,” ujar Ridho.

Selain itu, Ridho menilai hampir dalam setiap pembangunan PSN di Indonesia pemerintah selalu melakukan mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat.

Lebih jauh, dalam PSN, pengadaan tanahnya terindikasi kerap merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah.

LHKP dan MHH PP Muhammadiyah menilai penggusuran di Pulau Rempang ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia.

Dalam UUD 1945 disebutkan, tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Selain itu, negara gagal menjalankan Pasal 33 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tegas Ridho.

Baca juga artikel terkait BENTROK DI REMPANG atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto