tirto.id - Nomor lari 100-meter menjadi tempat yang menyajikan kemungkinan dan ketidakmungkinan bagi spesies manusia. Nomor lari 100-meter ini sudah lama menjadi ajang penelitian, dan akhirnya kontemplasi, tentang batas-batas fisik manusia. Lalu Muhammad Zohri kini membuat publik Indonesia merasa terlibat dengan kontemplasi itu.
Zohri adalah pelari jarak-pendek berusia di bawah 20 tahun tercepat di Indonesia. Apabila pelari jarak-pendek dari segala umur di Indonesia diurutkan berdasarkan kecepatannya menempuh lintasan 100-meter, Zohri ada di peringkat ke-4.
Zohri sampai di posisi tersebut ketika Rabu (11/7/2018) kemarin berhasil menempuh waktu 10,18 detik di lintasan 100-meter IAAF World U-20 Championships yang digelar di Tampere, Finlandia. Torehan waktu tersebut membuat Zohri juara dan diganjar medali emas.
"Saya akan berpesta malam ini!" kata Zohri, seperti dikutip situs resmi Asosiasi Federasi Atletik Dunia (IAAF).
IAAF melansir rekor waktu yang ditempuh para pelari jarak-pendek Indonesia di lintasan 100-meter. Yanes Roubaba berada di peringkat pertama dengan waktu tempuh 10,13 detik, disusul Erwin Heru Susanto (10,16 detik), Agung Suryo Wibowo (10,17 detik), dan Zohri (10,18 detik)
Sebelumnya, orang Indonesia yang menjadi manusia tercepat di Asia adalah Mardi Lestari. Pelari jarak-pendek kelahiran 19 Januari 1968 itu sempat menempuh 10,20 detik di lintasan 100-meter pada PON Jakarta 1989.
Secara keseluruhan, catatan waktu tempuh Zohri di Finlandia membuatnya bertengger di posisi ke-11 pelari jarak-pendek berusia di bawah 20 tahun di Asia. Di kategori ini, Yoshihide Kiryu, pelari asal Jepang, bertengger di posisi puncak dengan catatan waktu sebesar 10,01 detik.
Sedangkan di Dunia, waktu tempuh lintasan 100-meter tercepat yang bisa dicapai pelari jarak-pendek berusia di bawah 20 tahun yakni 9,97 detik. Itu dicapai pelari jarak-pendek asal Amerika Serikat (AS), Tryvon Bromell, pada 2014. Hingga kini, rekor tersebut belum terpecahkan.
Jalan Panjang Memecahkan Rekor Manusia Tercepat
Pelari laki-laki jarak-pendek di lintasan 100-meter yang dicatat pertama kali sebagai pemegang rekor dunia ialah Donald Lippincott. Pelari asal Amerika Serikat (AS) ini menempuh 10,60 detik di lintasan 100-meter di Olimpiade Stockholm, Swedia pada 1912.
Semasa itu ada anggapan bahwa manusia tidak akan bisa menempuh waktu kurang dari 10 detik untuk berlari cepat sepanjang 100-meter.
Dua puluh tahun setelah Lippincott, rekor waktu tempuh tercepat di lintasan 100-meter memang sudah terpecahkan beberapa kali. Namun, tidak ada yang bisa menempuh waktu di bawah 10 detik. Pada 1921, pelari cepat asal AS Charlie Paddock dicatat menempuh 10,40 detik. Lalu, pada 1930, Percy Williams menempuh waktu 10,30 detik. Pada 1936, Jesse Owens menempuh waktu 10,20 detik.
Pelari jarak-pendek pertama yang berhasil menempuh 10 detik untuk lintasan 100-meter adalah Armin Hary. Rekor tersebut dipecahkan pelari asal Jerman Barat itu pada 1960, hampir 50 tahun setelah Lippincott.
Baru pada 1968, Jim Hines, pelari asal AS, menepis mitos. Pada US National Championships di Sacramento, Hines menempuh waktu 9,90 detik. Lalu, pada tahun yang sama, Hines menempuh 9,95 detik untuk lintasan 100-meter di Olimpiade Mexico City.
Rekor Hines tersebut tidak mampu dipecahkan pelari jarak-pendek lainnya hingga 1990. Beberapa pelari memang mampu menempuh waktu lebih singkat. Tetapi, perbedaannya hanya kurang dari 0,01 detik dibanding Hines dan IAAF membulatkan waktu dua desimal di belakang koma.
Dua puluh tiga tahun setelah Hines, Carl Lewis menempuh waktu sebesar 9,86 detik untuk lari 100-meter di Kejuaraan Atletik Dunia 1991. Setelah Lewis hingga berakhirnya abad ke-20, ada tiga pelari 100-meter lainnya yang turut memecahkan rekor: Leroy Burrell (9,85 detik), Donovan Bailey (9,84 detik), Maurice Greene (9,79 detik).
Musim semi rekor lari 100-meter tampaknya baru dimulai ketika fajar abad ke-21 menyingsing. Dari 2000 hingga sekarang, sebanyak 4 rekor dunia lari 100-meter terpecahkan.
Pada 2005, pelari asal Jamaika Asafa Powell dicatat menempuh 9,77 detik pada lintasan 100-meter Olimpiade Athena. Powell kembali menorehkan rekor dengan menempuh 9,74 detik pada lintasan lari 100-meter IAAF Grand Prix, Rieti, Italia pada 2007.
Rekor Powell tersebut kemudian dipatahkan rekan senegaranya, Usain Bolt. Dia menempuh 9,69 detik pada lintasan lari 100-meter Olimpiade Beijing 2008. Setahun berikutnya, Bolt memecahkan rekornya sendiri. Pada Kejuaraan Dunia 2009 di Berlin, Jerman, Bolt menempuh 9,58 detik di lintasan 100-meter.
Bolt menjadi pelari jarak-pendek di lintasan 100-meter tercepat saat ini. Waktu yang ditempuh Bolt berselisih 1,02 detik dibanding Lippincott. Dengan kata lain, pelari laki-laki jarak-pendek butuh rentang 97 tahun untuk mempersingkat waktu tempuh di lintasan 100-meter, dari 10,60 detik yang diraih Lippincott pada 1912 hingga 9,58 detik yang diraih Bolt pada 2009.
Bisakah Lebih Cepat?
Kini, seabad berlalu sejak raihan waktu Lippincott berlari di lintasan 100-meter dicatat sebagai rekor dunia. Pun sudah 50 tahun beranjak selepas Hines mematahkan mitos bahwa manusia tidak akan mampu berlari cepat 100-meter dalam waktu kurang dari 10 detik. Manusia tercepat saat ini ialah Usain Bolt. Bisakah rekor Bolt dilampaui?
Salah satu hal yang mesti diperhatikan ialah cara kerja otot manusia. Seluruh otot manusia terdiri atas campuran otot serat putih dan otot serat merah.
Otot serat merah dibangun untuk efisiensi dan menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi dari gula. Ia lebih efektif untuk aktivitas yang berlangsung lama, seperti lari jarak jauh.
Sedangkan otot serat putih berguna untuk menghasilkan gaya (force) yang besar, seperti saat berlari cepat. Tetapi, ia tidak menggunakan oksigen. Karena tidak menggunakan oksigen, otot serat putih tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama.
Penguatan serat putih atau serat merah dapat dibentuk dengan latihan fisik tertentu. Namun, sebagian besar pelari terbaik di dunia lahir dengan salah satu serat lebih kuat dari kebanyakan manusia lainnya.
Selain penguatan terhadap otot, peneliti sains olahraga dan fisiolog di Australia, Jeremy Richmong, mengatakan ada banyak teknik baru yang bisa digunakan para pelari untuk memperpendek waktu tempuh di lintasan 100-meter. Richmong menghitung, rekor dunia lari 100-meter bisa menembus 9,3 detik.
Rata-rata kecepatan lari Usain Bolt di lintasan 100-meter sebesar 10,43 meter/detik. Tentu, Bolt tidak berlari dengan kecepatan sebesar itu secara konstan di sepanjang lintasan karena pelari selalu mengawali larinya dengan kecepatan rendah. Richmond mengatakan kecepatan sesaat terbesar Usain Bolt sebesar 12,34 meter/detik, yakni saat dia berada di jarak 68 meter.
Salah satu faktor yang menurut Richmong bisa dipersingkat ialah ground contact time (waktu sentuh tanah). Menurut Richmond, “Semakin cepat Anda menapakkan kaki dan mengangkatnya, semakin cepat Anda bisa berlari.”
Studi atas pelari cepat top dunia menunjukkan bahwa mereka memiliki ground contact time sebesar 80 milidetik. Berdasarkan penelitiannya, Richmond mengatakan ground contact time itu bisa dipersingkat menjadi 70 milidetik.
“Apabila peneliti dan pelatih dapat mengembangkan metode pelatihan untuk mempersingkat waktu konstraksi otot. Tampaknya, masuk akal bahwa manusia bisa berlari lebih cepat,” sebut Richmond, seperti dilansir Runners World.
Persoalan ground contact timetersebut juga mengundang Peter Weyand, fisiolog dari Southern Methodist University di Texas menelitinya lebih dalam. Weyand mengatakan hanya 5 persen gaya sesaat setelah pelari menyentuh tanah terarah ke depan, sementara 90 persen lainnya terarah ke atas.
Weyand dan empat peneliti lainnya kemudian bereksperimen dengan menghitung gaya yang dihasilkan pelari yang berlari di treadmill dengan kecepatan konstan. Di treadmill, pelari itu berlari ke depan, berlari ke belakang, dan melompat.
Berdasarkan eksperimen Weyand dan kawan-kawan, ketika manusia melompat, anggota tubuh manusia menyentuh tanah dengan 30 persen gaya lebih banyak daripada saat berlari. Weyand dan kawan-kawan menghitung bahwa secara teori, manusia dapat berlari secepat 19,3 meter per detik apabila mereka menyentuh tanah dengan gaya maksimum secara fisiologis. Dan, secara teoretis pula, jika pelari jarak-pendek bisa berlari pada kecepatan itu sepanjang lintasan 100-meter, ia hanya akan menempuh waktu sebesar 5,18 detik.
Capaian 5,18 detik untuk menempuh lintasan 100-meter mungkin terlalu singkat dan sulit dicapai. Pada 2008, peneliti ilmu hayat yang berkantor di Stanford University, Mark Denny, memodelkan kecepatan tertinggi manusia menggunakan rekor lari lintasan 100-meter sejak 1900-an.
Denny menggambarkan pola pelari berlari dalam sebuah grafik dan menggunakan perhitungan berbasis komputer untuk mendapatkan persamaan perilaku pelari di lintasan 100-meter. Riset Danny menunjukkan bahwa pelari jarak-pendek mampu menempuh 9,48 detik di lintasan 100-meter.
Kini Zohri berusia 18 dan dia telah berhasil memegang rekor untuk dirinya sendiri. Sedangkan Usain Bolt meraih rekor dunia 9,58 detik di lintasan 100-meter kala berusia 23. Ada banyak latihan dan kerja keras yang mesti ditempuh Zohri ke depan. Di tengah iklim karier sebagai atlet di Indonesia yang tidak begitu baik, selalu ada harapan untuk Zohri. Run, Zohri, Run!
Editor: Ivan Aulia Ahsan