tirto.id - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyatakan ada kesenjangan harga pangan di masyarakat antara harga kebutuhan pokok dengan bantuan dari pemerintah. Hal itu pun dipandangnya perlu diperhatikan demi mengatasi permasalahan kemiskinan ekstrem.
"Sekarang ini ada masalah yang perlu kita tajamkan, yaitu tentang tingkat kemahalan di masing-masing daerah yang sangat tajam perbedaannya tetapi di dalam pemberian bantuan ini disamaratakan. Nah ini yang kami rekomendasikan Bu Menteri (Sri Mulyani)," tutur Muhadjir dalam rapat koordinasi Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024).
Dia menjelaskan, dalam pengentasan permasalahan kemiskinan ekstrem ini pemerintah akan melakukan penyesuaian indikator pengukuran. Sehingga, peninjauan ulang angka kemiskinan dan kebijakannya juga akan dilakukan agar tetap tepat sasaran.
Di sisi lain Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Manoarfa, menyebut bahwa penghitungan angka kemiskinan di Indonesia masih memakai US$1,9 PPP atau Rp29.461 per hari. Padahal, dengan kondisi Indonesia yang sudah masuk ke tahap upper middle income.
"Bank Dunia sebenarnya sudah menyarankan dan ini sudah diprotes oleh Ibu Menkeu untuk menggunakan angka US$6,8. Kenapa? Karena Indonesia sudah masuk di negara upper middle income," ucap Suharso.
Dia tidak memungkiri, jika menggunakan indeks standar sebagaimana yang disarankan Bank Dunia, maka angka kemiskinan ekstrem di Indonesia akan meningkat drastis.
"Dan kalau kami hitung, angka itu akan menjadi batas kemiskinan nasional dari 580-an menjadi 1,3 juta, jadi naik dua kali lipat. Pasti angka kemiskinannya akan berubah," kata Suharso.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang