Menuju konten utama

Muhadjir Nilai Belum Perlu Ada Lagi Iuran Pensiun Tambahan

Menko PMK, Muhadjir Effendy, menilai program pensiun yang ada saat ini sudah memadai untuk kebutuhan hidup pekerja di Indonesia.

Muhadjir Nilai Belum Perlu Ada Lagi Iuran Pensiun Tambahan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Komplek Istana Presiden, Rabu (11/9/2024). (Tirto.id/M. Irfan Al Amin)

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengakui bahwa rencana kebijakan program pensiun wajib pekerja berpotensi memberatkan ekonomi bagi masyarakat. Terutama kelompok kelas pekerja yang gajinya masih di bawah rata-rata upah minimum kabupaten/kota.

"Kalau untuk yang berpensiun ya bagus untuk masa depan hari tuanya, tapi harus dipertimbangkan soal penarikannya itu, iurannya itu, pemotongan iuran itu, karena sebagian besar gaji karyawan itu kan masih belum di atas rata-rata," kata Muhadjir di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Muhadjir menjelaskan sebetulnya program pensiun yang dibuat oleh pemerintah sudah memadai untuk kebutuhan kelas pekerja di Indonesia. Dia menyebut ada sejumlah iuran untuk pekerja yang telah dibebankan pemerintah yaitu jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kehilangan pekerjaan.

"Sebetulnya sudah cukup representatif asal itu dilaksanakan," katanya.

Bahkan, Muhadjir menambahkan bahwa pemerintah sempat menahan kebijakan jaminan kehilangan pekerjaan karena melihat kondisi pendapatan masyarakat belum memadai untuk memenuhi kebutuhan hariannya.

"Dan kita belum bisa melaksanakan secara maksimal karena tadi itu, kondisi take home pay dan gaji atau upah dari karyawan kita memang belum bagus-bagus amat," kata dia.

Muhadjir mengakui jika kebijakan mengenai penambahan penarikan dana pensiun kepada kelas karyawan bukan dalam ranah tugasnya, namun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Meski demikian, Muhadjir berharap Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kembali memikirkan kondisi daya beli masyarakat yang menurun terutama di kelompok kelas menengah.

"Sekarang ini yang harus kita perhatikan juga kan menurunnya daya beli kelas menengah, kalau menurunnya daya beli kelas menengah ditambah lagi dengan iuran untuk pensiun itu saya kira terlalu berat untuk sekarang," kata Muhadjir.

Saat ini pemerintah memang tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) terkait program pensiun wajib pekerja. PP ini menjadi aturan turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang dirancang untuk meningkatkan replacement ratio pekerja.

Replacement ratio merupakan rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan nilai gaji yang diterima saat masih aktif bekerja.

"Tindak lanjut pasal 189 ayat 4 di mana pemerintah dapat membuat program pensiun tambahan yang bersifat wajib untuk pekerja dengan penghasilan tertentu yang dilaksanakan secara kompetitif," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, saat memberikan sambutan di acara HUT ADPI, di Jakarta, dikutip Tirto, Rabu (4/9/2024).

Menurut Ogi, replacement ratio perlu dilakukan karena saat ini Indonesia masih berada di level 15-20 persen. Padahal, Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour Organization (ILO) menetapkan nilai replacement ratio setidaknya 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja.

Sementara berdasarkan Pasal 189 ayat 4 UU P2SK, disebutkan bahwa kriteria pekerja yang dikenai dana pensiun wajib adalah yang telah memiliki pendapatan di atas batas tertentu. Meski begitu, Ogi tak menyebutkan lebih lanjut berapa minimal nominal gaji pekerja yang bakal dikenakan kewajiban membayar iuran dana pensiun tersebut.

"Pekerja yang memiliki penghasilan melebihi nilai tertentu, diminta untuk tambahan iuran pensiun secara sukarela, tambahan tapi wajib, ini akan diatur dalam PP dan POJK yang sedang disusun," terang Ogi.

Baca juga artikel terkait DANA PENSIUN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto