tirto.id - Andrian, 27 tahun, pada musim mudik ini akan menggunakan sepeda motor dari Jakarta ke Boyolali, Jawa Tengah. Andrian hanya satu dari sekian juta pemudik yang memutuskan menggunakan kendaraan pribadi roda dua untuk mudik. Alasannya sederhana yaitu biayanya murah dan praktis.
"Saya rencana mudiknya hanya lima hari. Saya rasa nggak mungkin untuk naik kendaraan seperti bus. Karena tiket kereta api sudah pasti habis, dan tiket pesawat mahal. Belum lagi kalau macet di jalan," kata Andrian kepada Tirto.
Namun, mudik dengan sepeda motor jadi perhatian pemerintah karena dianggap berisiko tinggi bagi keselamatan pemudik. Sehingga Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa tahun terakhir menggelar program mudik gratis pada tahun ini dengan angkutan bus dan angkut sepeda motor. Tujuannya untuk menekan jumlah pemudik yang pulang dengan menggunakan sepeda motor.
"Sempat ada lonjakan pemudik sepeda motor. Maka pada 2017 ada kebijakan sepeda motor diangkut gratis. Mudik gratis ini untuk mengalihkan pemudik bersepeda motor," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (4/6/2018).
Pemerintah turut menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta. Ketiganya bakal menyediakan moda transportasi yang beragam untuk program ini, dari mulai kapal sampai kereta api yang dapat mengangkut motor pemudik. Jadi, pemudik bakal bisa tetap menyertakan kendaraannya ke kampung, tapi tidak dengan mengendarainya. Motor bisa diambil ketika sudah sampai di lokasi tujuan.
Total kuota mudik gratis untuk pengangkutan sepeda motor pada tahun ini sebanyak 39.446 unit, atau naik 106 persen dibanding tahun sebelumnya.
Kenapa Orang Gemar Naik Motor Saat Mudik?
Data menunjukkan kecelakaan saat mudik dengan kendaraan bermotor lebih banyak sepeda motor daripada mobil pribadi. Kepala Korps Lalu Lintas Polri Royke Lumowa mengatakan dari 5.860 kendaraan yang terlibat kecelakaan pada mudik 2017, sebanyak 4.346 kecelakaan dari sepeda motor atau setara 74 persen dari total kecelakaan.
Meski mengancam nyawa, hal ini tak menyurutkan nyali para bikers. Kemenhub memprediksi pemudik yang bakal menggunakan sepeda motor tahun ini malah meningkat 30 persen ketimbang 2017. Tahun lalu, jumlah motor yang digunakan pada periode H-7 dan H+7 lebaran mencapai 6,07 juta kendaraan.
Kenapa orang-orang tetap mengandalkan sepeda motor saat mudik?
Menurut Direktur Lalu Lintas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pandu Yulianto, ada sejumlah faktor, pertama adalah soal biaya perjalanan. "Kalau dihitung dari sisi biaya, angkutan sepeda motor itu masih relatif lebih murah dibandingkan dengan angkutan umum," kata Pandu.
Juga ada faktor psikologis. Membawa motor ke kampung halaman dinilai bisa jadi bukti kesuksesan. Alasan lainnya, dengan mengendarai motor, orang bisa berkunjung dengan lebih mudah ke tempat saudara atau mendatangi berbagai tempat di kampung halamannya.
Sementara Mentary Adisthi dkk dalam artikel yang terbit di Jurnal Transportasi (2017) mengatakan sepeda motor dipilih saat mudik "karena dianggap lebih murah, lebih fleksibel saat menerobos kemacetan dan lebih tepat waktu dibandingkan dengan transportasi publik yang tersedia."
Biaya perjalanan naik motor yang lebih murah sempat disinggung Herawati dan Reni Puspitasari dalam artikel yang terbit di Warta Penelitian Perhubungan. Mereka menemukan bahwa biaya perjalanan pemudik yang naik sepeda motor hanya Rp300 ribu. Dari jumlah itu, 51 persen dari ini dipakai untuk membeli makanan dan untuk bahan bakar hanya 38 persen. Sisanya untuk pengeluaran lain seperti biaya untuk ke toilet, mandi, dan servis kendaraan (jika rusak di jalan).
Sebagai perbandingan, tiket Jakarta-Semarang menggunakan kereta api Argo Muria sudah mencapai Rp500 ribu untuk perjalanan tanggal 13 Juni 2018. Ini belum termasuk biaya lain seperti makanan. Sementara itu tiket pesawat terbang untuk tujuan dan tanggal yang sama mencapai Rp1 juta sampai Rp3 juta.
Pemerhati transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai pemerintah berada dalam posisi yang lemah.
Pemerintah tahu, dan berupaya untuk mengurangi kecenderungan orang-orang yang tinggal di kota untuk tidak mudik naik motor. Namun upaya ini tak sebanding. Alhasil, yang bisa dilakukan hanya sebatas program mudik gratis yang menurutnya tak berdampak signifikan, dan imbauan-imbauan normatif.
"Sebenarnya program mudik gratis perlu dievaluasi. Tepat sasaran juga tidak, mengurangi jumlah pengendara sepeda motor juga enggak," kata Djoko.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino