tirto.id - Tepat 24 Maret dua tahun yang lalu, MRT Jakarta resmi beroperasi melintas Kota Jakarta. Meski baru 16 km lintasan MRT yang beroperasi, namun kehadirannya selama kurang lebih dua tahun telah berhasil mengubah bukan hanya wajah ibu kota tapi juga gaya hidup masyarakat di dalamnya.
Perubahan gaya hidup yang dimaksud, adalah mulai banyak masyarakat yang beralih ke transportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadinya.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bidang Perkeretaapian DKI Jakarta Aditya Dwilaksana mengatakan, kehadiran moda transportasi yang modern seperti MRT harus mampu menyediakan layanan transportasi yang cepat, nyaman, mengurangi konsumsi energi sampai dengan mengurai kemacetan di jalan raya.
"Itu yang paling penting," tutur dia.
Mengutip catatan PT MRT Jakarta, hingga 16 Maret 2021, total jumlah penumpang yang diangkut dalam dua tahun pengoperasian Moda Raya Terpadu (MRT) sebanyak 35,5 juta orang. Sementara total perjalanan selama dua tahun beroperasi mencapai 155.640 tanpa ada pembatalan perjalanan.
MRT dipandang telah berhasil mengubah paradigma masyarakat khusunya di Ibu Kota tentang transportasi umum yang lusuh, kumuh, penuh sesak dan sering terlambat menjadi transportasi umum yang andal, nyaman dan tepat waktu.
Bagaimana tidak, dari total 69.276 perjalanan sepanjang 2020, MRT mencatatkan ketepatan waktu hingga 99,98 persen yang terdiri dari ketepatan waktu kedatangan kereta antar-stasiun 99,97 persen, ketepatan waktu berhenti di stasiun 99,98 persen dan ketepatan waktu tempuh 99,98 persen.
Melihat itu, maklum saja bila kepuasan pelanggan terhadap moda transportasi yang satu ini cukup tinggi.
"Dari capaian ini, dua tahun MRT Jakarta, kami mendapat apresiasi dari pengguna jasa. Indeks kepuasan pelanggan meningkat dari 82,78 menjadi 86,64 akhir tahun lalu," kata Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar.
Perubahan gaya hidup masyarakat berkat adanya MRT juga tercermin dengan mulai maraknya gaya hidup bersepeda di ibu kota. Ini tak lepas salah satunya dengan mulai dibukanya ruang bagi pesepeda non lipat untuk membawa sepedanya masuk ke gerbong kereta MRT. Saat ini, akses sepeda nonlipat tersedia di tiga stasiun, yaitu Lebak Bulus Grab, Blok M BCA, dan Bundaran HI.
"Inisiatif ini mendukung kebijakan Jakarta Ramah Bersepeda," kata William.
Sebelumnya, PT MRT Jakarta telah menyediakan sebanyak 25 rak sepeda yang tersebar di 13 stasiun. Satu rak sepeda mampu menampung hingga 10 unit sepeda. Letak rak sepeda yang berdekatan dengan pintu masuk (entrance) stasiun menjadikan setiap rak sepeda selalu berada dalam pengawasan petugas saat berjaga atau patroli di sekitar stasiun sehingga sepeda yang dititipkan. Ini jelas mempermudah para pesepeda untuk bertransportasi umum.
Dengan populasi pesepeda yang meningkat, harapannya pengguna kendaraan bermotor bisa dikurangi, sehingga kualitas udara di ibu kota juga bisa lebih sehat sekaligus bisa mengurangi kepadatan kendaraan bermotor pribadi di jalan raya.
Pembangunan Fase Dua Dikebut
Meski terbilang berhasil, namun 16 km lintasan MRT yang sudah ada saat ini jelas tak cukup untuk mewujudkan Jakarta yang bebas macet. Sehingga, pembangunannya harus dilanjut agar juga menyentuh wilayah lain ibu kota yang saat ini masih didera kepadatan lalulintas.
Menyadari hal tersebut, cita-cita mewujudkan ibu kota yang bebas macet terus dan lebih cantik pun kembali dilanjutkan PT MRT Jakarta lewat pembangunan MRT fase 2.
Secara umum, proyek pembangunan MRT Jakarta fase 2 membentang sepanjang sekitar 11,8 kilometer dari kawasan Bundaran HI hingga Ancol Barat. Fase 2 ini melanjutkan koridor utara—selatan fase 1 yang telah beroperasi sejak 2019 lalu, yaitu dari Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI.
Dengan hadirnya fase 2 ini, total panjang jalur utara—selatan menjadi sekitar 27,8 kilometer dengan total waktu perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus Grab hingga Stasiun Kota sekitar 45 menit. Jarak antarstasiun sekitar 0,6—1 kilometer dengan sistem persinyalan Kendali Kereta Berbasis Komunikasi (CBTC) dan sistem operasi otomatis tingkat 2.
Pembangunan fase 2 merupakan proyek strategi nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional.
Selain itu, Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1713 Tahun 2019 tentang Perubahan Keputusan Atas Gubernur Nomor 1728 Tahun 2018 tentang Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Jalur Mass Rapid Transit Koridor Bundaran HI—Kota menjadi landasan penetapan jalur dan stasiun di fase 2A.
Fase 2 terdiri dari dua tahap, yaitu fase 2A dan fase 2B. Fase 2A terdiri dari tujuh stasiun bawah tanah (Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota) dengan total panjang jalur sekitar 5,8 kilometer. Sedangkan Fase 2B terdiri dari dua stasiun bawah tanah (Mangga Dua dan Ancol) dan satu depo di Ancol Barat dengan total panjang jalur sekitar enam kilometer. Fase 2B sedang dalam tahap studi kelayakan.
Hingga kini, progres pembangunan MRT Jakarta Fase 2A paket kontrak 201 (CP201) yaitu Bundaran HI-Harmoni hingga saat ini memasuki tahap pemasangan Diaphragm Wall (D-Wall) atau dinding penahan tanah di Stasiun Monas. Sedangkan di area Stasiun Thamrin telah memasuki tahap relokasi drainase, persiapan pembangunan D-Wall seperti soil pit, silo foundation dan persiapan tunneling. (rilis)
Secara total anggaran untuk pembangunan MRT Fase 2 akan mencapai Rp22,5 triliun. Anggaran tersebut dibutuhkan untuk menggarap pembangunan delapan stasiun dari kawasan Bundaran HI di Jakarta Pusat hingga kawasan Kota Tua di Jakarta Utara.
Biaya pembangunan MRT Fase 2 yang ditarget selesai pada 2024 ini lebih besar dibanding pembangunan MRT Fase 1 yang hanya menelan anggaran Rp 16 triliun. Pada fase I MRT membangun 13 stasiun yang terbentang sepanjang 15,7 kilometer dari Lebak Bulus-Bundaran HI.
"Sudah dimulai ini (fase II). Perkiraan selesai 2024 ya," ucap William kepada wartawan usai acara peresmian MRT Jakarta Fase I pada Minggu (24/03/2019).
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali