tirto.id - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membuka wacana memperbolehkan kendaraan roda dua untuk menggunakan lajur tol. Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengatakan secara regulasi hal itu dimungkinkan.
Saat ini, wacana tersebut masih dikaji kementerian PUPR, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), dan Kementerian Perhubungan.
“Kalau PP 15 [Tahun 2005] dan revisinya sudah oke. Bisa untuk semua tol. Aturan, kan, tidak diskriminatif. Tidak spesial tol mana. Berarti semua bisa,” kata Basuki di Gedung DPR RI, Selasa (29/1/2019) kemarin.
Basuki mencontohkan kehadiran sepeda motor di ruas jalan Jembatan Suramadu. Kendati berbeda dengan jalan tol, kata Basuki, realisasi wacana tersebut tetap dapat dilakukan. Ia mengatakan pemerintah akan mempersiapkan kajian teknisnya.
Wacana memperbolehkan sepeda motor untuk masuk jalan tol mendapat respons positif dari Ketua DPR Bambang Soesatyo. Anggota dewan yang akrab disapa Bamsoet ini mengaku sudah lama menyarankan hal tersebut.
Bamsoet beralasan, motor diperbolehkan masuk jalan tol sebagai bentuk penerapan asas keadilan terhadap rakyat. Di Indonesia, itu baru berlaku di ruas jalan Jembatan Suramadu dan jalan tol atas laut Bali-Madura.
"Rakyat yang secara ekonomi belum mampu memiliki mobil sebagai moda transportasinya. Populasi warga Indonesia yang baru mampu memiliki kendaraan roda dua mencapai puluhan juta di seluruh Indonesia," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (30/1/2019).
Bamsoet menjelaskan, wacana tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol yang disahkan oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, ia menyarankan agar ada tambahan infrastruktur jalan tol jika wacana sepeda motor masuk jalan tol diberlakukan.
Alasan Keselamatan
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan ragu wacana sepeda motor diperbolehkan masuk ke jalan tol bisa direalisasikan.
Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi mengaku belum mendukung wacana tersebut dengan alasan keselamatan. Budi memaparkan, 70 persen kecelakaan lalu lintas selama 2018 didominasi kendaraan roda dua.
"Saya kira kalau untuk kepentingan safety. Saya kira tidak recommended," kata Budi di Gedung DPR RI.
Budi menuturkan, sepeda motor bisa saja memakai jalur kiri yang ditandai dengan marka. Namun, ia tidak menjamin keamanannya. Selain itu, tambah Budi, sepeda motor tidak ideal untuk jarak jauh. Sepeda motor juga belum tentu mampu mengimbangi kecepatan mobil.
"Mobil di jalan tol itu kan kecepatan tinggi. Sekarang kalau mobil jalan tinggi tiba tiba ada motor kan pasti agak goyang," ujarnya.
Mahal
Selain faktor keselamatan, Wacana pemerintah untuk membolehkan motor masuk jalan tol dinilai akan menghabiskan biaya besar. Hal itu juga akan berdampak pada tarif yang dikenakan kepada pengguna jalan tol.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, meragukan realisasi kebijakan ini meskipun secara regulasi memungkinkan.
"Kalau bangun sejak awal dengan jalur motor ya enggak mahal. Kalau bangun lagi khusus untuk itu pasti mahal [investasinya]," ucap Djoko ketika dihubungi reporter Tirto, Rabu (30/1/2019).
Menurut Djoko, realisasi kebijakan ini mengharuskan pembangunan jalur baru khusus motor. Ia mengatakan, jalur sepeda motor harus berbeda dengan roda empat karena faktor keselamatan.
Djoko memperkirakan pembangunan jalur ini setidaknya memerlukan tambahan satu lajur setara ukuran roda empat atau 3,5 meter. Selain itu, fasilitas kelengkapan lain tetap perlu dibuat seperti jembatan penyeberangan hingga terowongan.
Sebagai akibat dari besarnya modal investasi jalan khusus motor tersebut, Djoko ragu bila tarifnya nanti dapat diterima pengguna sepeda motor.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Gilang Ramadhan