tirto.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad, klaim kewajiban bagi kendaraan bermotor untuk wajib ikut asuransi third party liability (TPL) mulai Januari 2025, demi memberikan perlindungan bagi masyarakat. Kewajiban asuransi itu tertuang dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Saat ini, beleid ini hanya wajib asuransi kendaraan bersifat sukarela.
“Terpenting kita melihat bahwa di dalam Pasal 39A UU PPSK memang spirit kita adalah memberikan sebetulnya perlindungan bagi masyarakat," kata Kamrussamad dalam diskusi bertajuk ‘Mobil-Motor Asuransi Buat Siapa?’ yang disiarkan secara langsung di YouTube Trijaya FM, Sabtu (20/7/2024).
Ia mengatakan perlindungan itu salah satu bentuknya dengan memperhatikan berbagai macam aspek, misalnya dari segi finansial. DPR melihat dengan adanya asuransi, dampak yang ditimbulkan bisa mendapatkan perlindungan terhadap kerugian finansial yang diakibatkan oleh kecelakaan, kehilangan atau oleh hal lainnya.
"Sehingga bisa menjaga stabilitas keuangan di tengah-tengah masyarakat," ucap Kamrussamad.
Selain itu, jelas dia, UU itu juga memberikan dampak sosial demi kepatuhan hukum serta dapat melindungi masyarakat. Di sisi lain, dari segi dampak manajemen risiko bahwa meningkatkan kesadaran akan risiko dan pengelolaan risiko lebih baik itu akan jauh lebih bertanggung jawab ke depannya.
"Kita juga menghitung dampak ekonominya bagaimana kita ingin mendorong pertumbuhan industri asuransi kemudian juga kita ingin mendorong sektor otomotif," tutur Kamrussamad.
Kamrussamad mengatakan sejumlah dampak itu menjadi dasar pertimbangan DPR, sehingga menuliskan di dalam 3 Pasal pada UU PPKS yang memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk dapat membentuk program asuransi sesuai kebutuhan.
“Jadi, kita tidak memberikan satu guidance yang sektoral, tematik ataupun hal tertentu, tetapi memberikan panduan umum di dalam ayat 1, sehingga pemerintah nanti akan mengkaji melihat dampak terhadap kemungkinan yang muncul dan kebutuhan masyarakat," kata Kamrussamad.
Sementara pada ayat 2 UU itu, kata dia, disebutkan bahwa pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta mengikuti asuransi wajib sebagaimana dimaksud. Semangatnya, kata dia, memberikan perlindungan bagi masyarakat dari aspek keuangan lalu akibat risiko yang bisa muncul.
"Kemudian di ayat 3, mewajibkan kelompok tertentu dalam masyarakat membayar premi. Jadi, itu juga bagian daripada upaya untuk memastikan bahwa ada take and give yang didapatkan ketika misalnya dia mendapatkan perlindungan proteksi maka dia juga wajib membayar premi," tukas Kamrussamad.
Ia mengatakan dalam penyusunan UU PPSK telah didahului naskah akademik, kemudian disusun dengan melibatkan berbagai pakar. Lalu, dalam proses legal drafting, kata dia, DPR mendengarkan aspirasi dari berbagai stakeholder terkait industri keuangan termasuk asuransi.
“Dan dalam proses pembahasan antara DPR dan pemerintah untuk juga kita bangunkan postulat berpikir dan memproyeksikan ke depan seperti apa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh masyarakat oleh dunia industri keuangan termasuk industri asuransi," kata Kamrussamad.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz