tirto.id - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menilai Hakim Konstitusi non-aktif Patrialis Akbar terbukti melakukan dua pelanggaran berat sehingga harus diberhentikan secara tidak hormat.
"Menimbang bahwa permasalahan atau isu terkait dugaan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi, kami memfokuskan pada dua permasalahan," kata anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Asad Said Ali dalam sidang pembacaan putusan MKMK di gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Perbuatan pertama adalah Patrialis bertemu dengan Basuki Hariman untuk membahas uji materi Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
"Pertemuan dan pembahasan yang sedang ditangani antara hakim terduga dengan pihak berperkara baik langsung atau tidak langsung di luar sidang majelis kehormatan berpendapat hakim terduga melakukan rangkaian pertemuan dengan Kamaludin dan Basuki Hariman sebagai pihak berkepentingan baik langsung atau tidak langsung dalam perkara yang ditangani MK. Bahkan dalam rangkaian pertama tersebut telah terbukti melakukan pembahasan dan pembicaraan perkara nomor 129 tentang pengajuan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan," kata Asad, dikutip dari Antara.
Pertemuan dengan Kamaludin dilakukan di lapangan golf. Lalu Kamaludin yang mengenalkan Patrialis dengan Basuki, rekan Kamaludin yang usahanya bergerak di bidang pelabuhan. Ketiganya lalu bertemu di restoran steak milik Basuki untuk membahas perkara itu.
"MK berpendapat hakim terduga melakukan pelanggaran prinsip independensi dan penerapannya yang menyatakan hakim konstitusi harus menjalankan fungsi yudisialnya secara indepeden, menolak dari iming-iming, tekanan atau campur tangan baik langsung atau tidak langsung dengan alasan apapun," ungkap Asad
Patrialis juga bertemu dengan Kamaludin di gedung MK pada 19 Januari 2017 dimana Kamaludin memotret "draft" terakhir putusan dari tangan Patrialis.
"Dari pemeriksaan lanjutan MKMK menilai bahwa hakim terduga telah terbukti menyampaikan informasi dan memberikan draft putusan perkara no 129 ke pihak lain, itu adalah dokumen rahasia MK yang dilarang diungkapkan atau disampaikan ke pihak lain," ungkap Asad.
Atas perbuatan itu, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar karena melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
"Memutuskan hakim terduga Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran berat. Menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat terhadap hakim tidak terduga sebagai hakim konstitusi," kata ketua MKMK Sukma Violetta.
Dalam perkara ini, Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman.
Tujuan pemberian uang adalah untuk mempengaruhi putusan dalam uji materi Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
"Draft" putusan itu ditemukan di tangan orang dekat Patrialis, Kamaludin, yang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di lapangan golf Rawamangun pada 25 Januari 2017, padahal "draft" itu adalah rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan ke pihak luar.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri