tirto.id - Mahkamah Kostitusi (MK) memutuskan menolak gugatan judicial review atas Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) Nomor 6 Tahun 2023. Hal itu dibacakan dalam sidang pembacaan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, hari ini (2/10/2023).
Judicial review atau hak uji materiel dan formil terhadap suatu undang-undang tersebut diajukan ke dalam lima gugatan dari termohon yang berbeda-beda. Hingga pukul 18.00 WIB, baru dua gugatan yang diputuskan, yakni gugatan nomor 54/PUU-XXI/2023 dan 40/PUU-XXI/2023.
Salah satu dari tiga gugatan lainnya, diajukan Partai Buruh melalui Said Iqbal dengan nomor 50/PUU-XXI/2023. Namun, gugatan itu dan dua lainnya masih belum diputuskan karena sidang masih berlangsung.
Dalam sidang gugatan nomor 54 dan 40, Hakim Ketua Anwar Usman membacakan amar putusan bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang didapat, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo.
Kedua, permohonan para pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan formil. Ketiga, para pemohon memilki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Keempat, pokok para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554), dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
"Amar Putusan. Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Ketua Usman Anwar membacakan amar putusan, Senin (2/10/2023).
Lebih lanjut, Hakim Ketua Usman Anwar membeberkan, terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan ini. Empat dari sembilan hakim MK berbeda pandangan.
"Terhadap putusan Mahkamah a quo, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Said Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo," ucapnya.
Menanggapi hal itu, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, hakim salah karena telah menyatakan tidak ada cacat formil dan gugatan tidak beralasan. Oleh karena itu, ia dengan tegas menolak keras putusan tersebut.
Di sisi lain, Partai Buruh beserta federasi serikat buruh lainnya akan melakukan aksi mogok kerja massal. Hal itu akan dilakukan sekitar akhir Oktober 2023.
Said Iqbal menjabarkan, Partai Buruh menduga adanya kejanggalan berbau politis dalam putusan gugatan yang hari ini dibacakan. Menurutnya, empat hakim yang dissenting opinion menandakan adanya konspirasi politik mengubah dari lima hakim setuju menjadi empat hakim setuju.
"Kami akan melaporkan ke pengawas MK agar periksa semua hakim MK yang bersidang hari ini, terutama lima yang menolak," kata Said Iqbal.
Terkait dissenting opinion tersebut, Said Iqbal juga menduga ada kaitannya dengan pergantian hakim Aswanto yang diminta DPR untuk diganti. Ia memaparkan, tidak menutup kemungkinan pergantian tersebut dikarenakan Aswanto menyatakan setuju pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Maya Saputri