Menuju konten utama

MK Bentuk Majelis Kehormatan Terkait Pelanggaran Etik Hakim

Struktur Majelis Kehormatan MK terdapat Jimly Asshiddiqi, Wahiddin Adam dan Bintan Saragih. 

MK Bentuk Majelis Kehormatan Terkait Pelanggaran Etik Hakim
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kanan) dan Juru Bicara MK Fajar Laksono (kiri) memberikan keterangan pers terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan batasan usia capres dan cawapres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) untuk menyelesaikan aduan terkait dugaan pelanggaran etik dalam putusan gugatan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Gugatan tersebut masuk usai adanya putusan yang dipandang dipengaruhi oleh hubungan Hakim Ketua Anwar Usman sebagai paman Gibran Rakabuming Raka.

Juru Bicara MK, hakim Enny Nurbaningsih, menjelaskan bahwa hingga saat ini MK sudah menerima tujuh aduan dengan berbagai klasifikasi dugaan pelanggaran etik. Oleh karenanya, sembilan hakim MK sepakat membentuk MKMK untuk menyelesaikan aduan tersebut.

"Kami sangat berharap bekerja dengan secepatnya karena bagaimanapun juga kami harus menjalankan tugas fungsional kami dengan tenang, tidak ada gangguan kecurigaan apapun. Kami juga menginginkan kepercayaan kepada lembaga ini, marwah lembaga ini harus kita jaga bersama," ujar Enny di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

Dijelaskan Enny, dalam struktur MKMK, terdapat Jimly Asshiddiqi yang mewakili tokoh masyarakat, Wahiddin Adam mewakili hakim MK aktif, dan Bintan Saragih mewakili akademisi.

"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK. Hakim akan konsentrasi sepenuhnya kepada apa yang sedang kami tangani," tutur Enny.

Disebutkan Enny, dipastikan dalam kerja MKMK tidak akan bisa diintervensi. Kendati demikian, nantinya apabila sudah ada putusan dari tujuh laporan tersebut, surat keputusan akan ditandatangani oleh hakim ketua Anwar Usman.

Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono Soeroso, menambahkan bahwa MKMK memang tidak berlaku permanen. Sebelumnya, MKMK sudah pernah dibentuk untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran etik yang juga diajukan masyarakat.

"Ya sifatnya ad hoc, memang dalam aturan boleh ad hoc atau permanen, dan para hakim memilih ad hoc. Tidak apa-apa yang penting kan permasalahan selesai, karena hakim anggota juga kan ganti-ganti," ucap Fajar.

Diketahui, sejumlah orang melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim MK atas gugatan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam gugatan yang berkaitan dengan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden, salah satunya dikabulkan.

Sejumlah masyarakat kemudian melaporkan adanya dugaan conflict of interest dalam putusan dikabulkan sebagian syarat tambahan batas usia tersebut. Kemudian, terdapat 13 pihak yang membuat laporan, meski baru 7 yang resmi melaporkan.

Baca juga artikel terkait HA atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Politik
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Reja Hidayat