tirto.id - Situs berita Nevada County Scooper memasang foto seorang pria menutup kepala dengan kaus, dengan dua orang petugas keamanan yang memegang lengannya. Foto di laman utama itu diberi judul mencolok: Graffiti Artist Banksy Arrested At Art Exhibit in Palestine; Identity Revealed.
Isi berita itu menyebut bahwa identitas asli Banksy adalah pria 38 tahun bernama Paul Horner. Ia ditahan oleh polisi Palestina yang bekerja sama dengan Pasukan Anti-Grafiti London.
"Horner sedang ditahan tanpa ada tebusan dan tidak dibolehkan berbicara pada orang lain," tulis berita yang dibuat oleh Joyce Barth dan diunggah pada tanggal 7 September 2017 itu.
Sayangnya, berita itu bohong belaka, pun bukan berita baru. Pada 22 Oktober 2014, The Washington Post menurunkan artikel berjudul "This is Not an Interview with Banksy." Yang diwawancara adalah Paul Horner.
Mulanya adalah laporan berjudul "Banksy Arrested, Identity Revealed" di situs National Report yang menyebut bahwa Horner adalah identitas asli Banksy. Artikel yang kini sudah dihapus itu berhasil menarik 4,8 juta orang membacanya. Penulis artikel itu tak lain tak bukan adalah Horner itu sendiri.
The Washington Post menyebut Horner sebagai, "pembuat serial kabar bohong dan penulis andalan National Report." Sebenarnya mudah saja mendeteksi bahwa konten di National Report adalah kabar bohong. Bagaimana tidak, moto mereka adalah, "America's Shittiest Independent News Source." Tapi sudah kadung banyak yang percaya.
Setelah memposting berita itu, Horner menerima lusinan pesan dari penggemar Banksy. Di akun Facebook-nya, Horner menerima dukungan dan pujian. Dalam wawancara bersama Washington Post, Horner mengakui membuat berita bohong tentang Banksy itu cukup menghibur, juga mendatangkan uang. Ia menjual kaus bertulis "I AM BANKSY" seharga 32,5 dolar. Tapi kemudian ia sadar bahwa kebohongan itu sudah berjalan terlalu jauh.
"Aku akan mengatakannya: aku bukan Banksy," ujar Horner.
Usaha Keras Mencari Identitas Banksy
Banyaknya pembaca artikel Horner, juga pengolahan ulang berita bohong itu, menunjukkan betapa terobsesinya publik pada identitas Banksy. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Banksy adalah seniman grafiti yang berpengaruh.
Meski identitas aslinya masih menjadi teka-teki, ada beberapa keping kehidupannya yang sudah menjadi pengetahuan umum publik. Banksy lahir dan besar di Bristol, Inggris. Menurut Tristan Manco di bukunya, Stencil Graffiti (2002), Banksy adalah anak dari teknisi fotokopi. Ia sempat berlatih sebagai jagal. Tapi tren grafiti di akhir 1980-an membuat jalan hidupnya berubah.
Dalam wawancara bersama Smithsonian Magazine, diketahui bahwa Banksy pindah ke distrik Barton Hill. Masih di Bristol, kawasan itu "keras." Kebanyakan penduduknya adalah kelas pekerja dan tak ramah pada orang asing.
"Dulu waktu ayahku kecil, ia sering dipukuli di sana," ujarnya pada sesama seniman grafiti, Felix Braun.
Dia mulai ikut-ikutan membuat grafiti. Saat itu, akhir 1980-an, demam grafiti menjangkiti Bristol. Banksy sempat membuat nama sendiri: Robin Banx, semacam permainan kata dari robbing bank, alias merampok bank.
Banksy kemudian semakin dalam terlibat freehand grafiti. Pada awal 1990-an, Banksy tergabung dalam sindikasi DryBreadZ Crew (DBZ). Dua seniman lain yang tergabung dalam DBZ adalah Kato dan Tes. Baik Kato dan Tes banyak merajah grafiti mereka di sudut-sudut Bristol, bersama seniman lain seperti Perm atau Vers.
Di usianya yang ke 18, ia sedang menggambar sebuah gerbong kereta bersama kawan-kawannya. Mendadak Polisi Transportasi Inggris datang, membuat gerombolan remaja itu semburat. Beberapa kawannya bisa segera minggat. Banksy sendiri tertinggal. Ia kemudian memutuskan bersembunyi di bawah gerbong kereta. Di sana, di antara teriakan para polisi yang mencarinya, ia melihat stensilan angka dari aerosol. Ia sadar bahwa cara stensil itu lebih efektif.
"Setelah aku membuat stensil pertamaku," kata Banksy pada kawannya, penulis Tristan Manco, "aku bisa merasakan kekuatannya. Aku menyukai gurat politiknya. Stensil punya sejarah, ia dibuat untuk memulai revolusi dan menghentikan perang."
Salah satu karya pertama yang membuat namanya dikenal di Bristol adalah The Mild Mild West. Mural yang terletak di sebuah bangunan dengan bata ekspos berwarna cokelat di ruas Stokes Croft ini bergambar beruang yang bersiap melempar bom molotov ke arah 3 orang polisi dengan tameng. Di bawahnya ada coretan nama Banksy, lengkap dengan tanda seru. Mural ini dibuat dalam waktu 3 hari. Sekarang, saat nama Banksy sudah terkenal, mural ini menjadi salah satu daya tarik Bristol.
Baca juga: Jika Berziarah ke Betlehem, Menginaplah di Hotel Banksy
Dalam The Mild Mild West, orang bisa melihat bahwa Banksy sedikit bermasalah dengan polisi dan institusi keamanan. Termasuk juga saat ia dikejar polisi saat melukis gerbong kereta. Will Ellsworth-Jones, penulis di Smithsonian, menyebut polisi adalah salah satu alasan Banksy memilih jadi anonim.
Banksy pindah ke London pada 1999. Ia mulai membuat mural di sudut-sudut kota bersama sindikasi seniman grafiti lain. Beberapa karakter yang sering muncul di mural Banksy adalah tikus, monyet, anak kecil, polisi, juga tentara. Salah satu karakter terkenal Banksy adalah Gangsta Rat, tikus dengan boombox dan kalung rantai. Karakter ini muncul di banyak tempat, salah satunya di tembok Rumah Sakit Mata Moorfield.
Pada 2001, Banksy membuat pameran pertamanya di Rivington Street. Bersama para seniman jalanan lain, mereka berkumpul di sebuah terowongan. Mereka menggantung beberapa hiasan, dan mulai menggambar di tembok terowongan.
Karya Banksy, juga anonimitasnya, menghasilkan popularitas baru. Media mulai mencari dan berusaha mewawancarainya. BBC dan The Guardian adalah dua dari sedikit sekali media yang berhasil mewawancarai dan bertatap muka dengan Banksy. Salah satunya adalah Simon Hattenstone, jurnalis The Guardian.
Banksy, menurut gambaran Hattenstone, "adalah perpaduan Jimmy Nail dan rapper Inggris, Mike Skinner. Ia datang dengan mengenakan celana jeans dan kaos, giginya perak, dan memakai satu anting berwarna perak."
Munculnya Efek Banksy
Pada 2003, Banksy membuat mural bergambar seorang pria dengan penutup wajah dan topi terbalik melempar karangan bunga. Karya yang dibuat di Yerusalem ini diberi judul Rage, Flower Thrower. Karya ini seperti menggambarkan kelelahan akan perang dan kekerasan antara Palestina dan Israel. Situs Complex, menjadikan karya ini di nomor 1 dalam daftar 50 Karya Terbaik Banksy.
Karya itu direproduksi dalam berbagai medium baru. Mulai di sablon kaus, poster, juga tato. Karya itu semakin mengukuhkan Banksy sebagai salah satu seniman jalanan paling berpengaruh. Beberapa karyanya mulai terjual dengan harga mahal. Ia kerap disandingkan dengan nama besar seniman jalanan Jean-Michel Basquiat.
Baca juga:Jalan Hidup Pelukis Jalanan Jean-Michel Basquiat
Penyanyi Christina Aguilera, dalam perjalanannya di London pada 2006, membeli tiga karya Banksy seharga 25 ribu poundsterling. Salah satunya adalah gambar Ratu Victoria dalam pose dioral oleh sesama perempuan. Sedangkan Justin Bieber punya tato Balloon Girl yang menggambarkan anak perempuan melepas balon merah. Gambar Kate Moss yang dibuat dengan pendekatan ala Andy Warhol, berhasil terjual dalam lelang seharga 50,4 ribu poundsterling. Itu tak berhenti, berturut-turut makin banyak karya Banksy yang terjual mahal. Mulai Laugh Now yang bergambar 10 simpanse (400 ribu dolar), hingga Keep It Spotless yang terjual 1,7 juta dolar.
Baca juga: Max Beckmann, Pelukis Lukisan Termahal Ini Dulu Dibenci NAZI
Banksy mungkin geleng-geleng kepala melihat banyak orang mau menghamburkan uang untuk karyanya. Selepas Balloon Girl terjual dengan harga 37,2 ribu poundsterling, Banksy mengunggah gambar di situsnya: sebuah rumah lelang, yang ia bubuhi tulisan: I can't believe you morons actually buy this shit."
Fenomena itu disebut sebagai The Banksy Effect. Menurut Sabrina DeTurk dalam makalah The “Banksy Effect” and Street Art in the Middle East (2015), koresponden CNN, Max Foster adalah yang pertama menciptakan istilah itu.
"Banksy effect merujuk pada meningkatnya minat di seni jalanan saat Banksy mendapat banyak perhatian dan penghormatan," tulis Foster.
Fenomena ini seperti memberi jalan bagi seniman jalanan untuk masuk ke galeri seni, pameran seni, juga museum. Apa yang dilakukan Banksy adalah mendudukkan seniman jalanan dengan seniman seni rupa lain. Namun, suka tak suka, hal ini punya dampak lain. Banksy dianggap "melacurkan" identitas seniman jalanan, dan terpelanting jauh dari akar seniman jalanan. Persoalan ini menjadi perdebatan panjang.
Menurut DeTurk, jasa Banksy malah terlepas dari semua perdebatan itu. Di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara, apa yang dilakukan Banksy menginspirasi semakin bermunculannya seni jalanan sebagai ekspresi publik terhadap kondisi sosial dan politik. Seni jalanan, termasuk stensil yang dipengaruhi Banksy, menjadi salah satu penghias revolusi Mesir 2011. Seni jalanan dipakai untuk protes politik, dan itu berlanjut di Libya dan Suriah.
"Efek Banksy, dengan konotasi positif atau negatifnya, adalah gagasan penting yang bisa dipakai untuk melihat dan menganalisis perkembangan budaya seni jalanan di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Banksy, seperti yang pernah dikatakannya, memang tertarik pada isu politik. Saat isu imigran dan pengungsi merebak pada 2015-an, Banksy membuat mural bergambar pendiri Apple Steve Jobs sebagai migran. Mural itu diberi judul The Son of a Migrant from Syria.
"Kita sering dipaksa untuk percaya bahwa migrasi akan menguras sumber daya suatu negara. Tapi Steve Jobs adalah anak imigran dari Suriah. Apple adalah perusahaan paling menguntungkan saat ini, membayar pajak 7 miliar dolar per tahun. Dan hal itu bisa terjadi karena pemerintah membolehkan masuk seorang lelaki dari Homs."
Identitas asli Banksy masih akan terus dicari oleh para penggemar maupun pembenci yang terobsesi padanya. Namun kita semua tahu, Banksy sudah punya identitas yang sudah kita kenal selama ini: gambar buatannya.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani