tirto.id - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi menunda kelanjutan sidang kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (e-KTP) karena anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang seharusnya menjadi saksi tidak dapat hadir karena sakit.
"Miryam S Haryani perlu istirahat 2 hari karena sakit sari RS Fatmawati. Majelis hakim lanjutan (tangguhkan) dilanjutkan kamis agar enggak terhalang. Kita selingi dengan saksi lain. Kami enggak dapat surat sakit. Harusnya dikasih surat sakitnya agar di-follow up," kata Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-Butar dalam persidangan e-KTP Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (27/03/2017).
Padahal, jaksa penuntut umum KPK sudah menghadirkan tiga orang saksi dari penyidik KPK yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Santoso. Ketiganya dihadirkan karena dalam sidang pada 23 Maret 2017 lalu, Miryam mengaku ditekan oleh penyidik KPK saat diperiksa di tahap penyidikan.
"BAP (Berita Acara Pemeriksaan) isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik. Satu namaya Pak Novel, Pak Damanik, satunya saya lupa. Baru duduk sudah ngomong 'ibu tahun 2010 mestinya saya sudah tangkap', kata Pak Novel begitu. Saya takut. Saya ditekan, tertekan sekali waktu saya diperiksa," ungkap Miryam pada Rabu (22/3/2017).
"Supaya persidangan kita tidak terhalang sambil ada kepastian saksi. Kita selingi dengan saksi lain dulu. Ini sekadar pendapat," ucap hakim Jhon.
JPU KPK pun menerima usulan majelis dan akan kembali berupaya menghadirkan Miryam pada Kamis (30/3/2017).
"Sesuai agenda, kita akan konfrontir dengan Miryam. Kami sependapat karena Miryam tidak hadir jadi hilang esensi. Hari kamis akan kami lanjutkan, tapi kami tidak mendapatkan surat sakit jadi kami harapkan mendapat 'copy' surat agar bisa 'follow up' dan soal saksi hari Kamis kami baru bisa kirimkan surat panggilan nanti siang," kata anggota JPU KPK Abdul Basir.
"Kami berusaha menghadirkan pemeriksaan itu, Yang Mulia, pada Kamis mendatang. Ketiga penyidik yang dimaksud, juga Miryam dan saksi-saksi lain yang dibutuhkan," jelas Jaksa Abdul Basir.
Sedangkan Ketua JPU KPK Irene Putri mengatakan pada Kamis (30/3/2017) nanti selain Miryam dan 3 penyidik KPK akan dihadirkan 6 saksi lain.
Dari saksi-saksi yang dihadirkan rencananya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo yang saat kasus itu terjadi menjabat sebagai Menteri Keuangan juga akan dihadirkan setelah sebelumnya tidak hadir dalam persidangan pada 9 Maret lalu.
"Pak Agus kan minta dijadwalkan besok. Kita coba tanya apa besok dia bisa hadir," kata Irene.
Jhon kembali menjelaskan jika Kamis pekan depan Miryam diminta untuk datang dalam persidangan berikutnya. Bukan hanya itu, John pun meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Basir dan Irene Putri untuk datangkan 6-7 saksi, terutama Miryam dan tiga orang penyidik KPK.
Jhon pun berharap jika Kamis pekan depan Miryam harus bersaksi dengan semua keterangannya di sidang lalu. Termasuk intimidasi yang dilakukan oleh tiga penyidik KPK. Apalagi dengan mencantumkan bukti-bukti yang dibutuhkan, antara lain rekaman CCTV dan BAP yang dilakukan pada 4 kali pemeriksaan Miryam lalu.
"Selain menghadirkan saksi-saksi kami berharap ada bukti rekaman CCTV yang harus dibawa juga dalam persidangan," pinta John Halasan Butar-Butar.
Abdul Basir kembali menimpali Ketua Majelis sidang akan melakukan pemanggilan kedua kali kepada Miryam. Pada Kamis pekan depan, karena waktu beristirahat dua hari dinilai cukup untuk Miryam recovery sesuai dengan petunjuk dokter.
"Akan usahakan kalau lihat kondisi si Miryan. Kalau enggak hadir kita akan panggilkan kembali. Kendala persidangan dilanjutkan Jumat," jelas Jaksa Abdul Basir.
Usai penjelasan Abdul Basir, palu Hakim Jhon Halasan Butar-Butar pun diketuk mengakhiri 15 menit waktu persidangan kasus korupsi e-KTP.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri