tirto.id - Berapa banyak uang yang dihabiskan muda-mudi perkotaan masa kini untuk kongko?
“Sekitar 50 ribu rupiah,” kata Miftah Nashir, 29 tahun, wirausahawan yang tinggal di Bandung. Sedangkan Rafif Ramadhan, 25 tahun, pekerja swasta di Jakarta, rata-rata menghabiskan 60 ribu rupiah per hari untuk keperluan serupa. “Itu pun karena ngopinya di kafe, ya,” tegas Rafif.
Miftah dan Rafif adalah bagian dari generasi milenial. Dalam laporannya di Tirto, “Ke Mana Mengalirnya Uang Para Milenial?” Yantina Debora menyebut 23,8% pendapatan milenial di AS dihabiskan untuk makan-makan di restoran, sementara di Jakarta, mengutip survey yang dipublikasikan moneysmart.id pada akhir 2018, kondisinya tak jauh berbeda: 23,3% pengeluaran milenial digunakan untuk kongko-kongko di kafe.
Mengunjungi restoran atau kafe tentu boleh-boleh saja. Namun demikian, bila telanjur jadi kebiasaan, menurut Ahli Gizi RS PMI Bogor dr. Niken Churniadita, itu gaya hidup yang cenderung tidak sehat.
“Kalau ditambah merokok dan mengonsumsi alkohol, tambah parah,” ujarnya. Niken menjelaskan, kebiasaan anak muda menghabiskan waktu berjam-jam di kafe atau restoran cepat saji sambil mengkonsumsi minuman bersoda atau berkafein berpotensi menimbulkan obesitas di kemudian hari.
Dilihat dari sisi medis, duduk terlalu banyak dan kurang bergerak menyebabkan asupan makanan tidak terolah dengan baik, sehingga menjadi lemak. “Banyak pasien obesitas datang dengan penyakit-penyakit penyertanya seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan lainnya. Tidak hanya usia lanjut, yang muda-muda juga,” tambah Niken.
Pada saat bersamaan, tulisan Aulia Adam “Risiko Kanker dari Gaya Hidup Milenial” menegaskan: bagi orang-orang yang lahir pada 1980-1997, risiko kanker sudah sampai pada taraf yang tak bisa diremehkan.
Gaya hidup yang tidak sehat di satu sisi dan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan di sisi lain seolah menjadi paradoks buat generasi milenial. Dalam “Ada Apa dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi, dan Politik” yang diterbitkan Center for Stategic and International Studies (CSIS), faktor kesehatan justru menjadi variabel paling penting bagi kalangan milenial dalam kaitannya dengan sumber kebahagiaan (40%).
Latte Factor dan Jaminan Hari Depan
Dalam seri Finish Rich, penulis dan motivator David Bach menekankan pentingnya memperhatikan Latte Factor, yakni pengeluaran-pengeluaran kecil saban bulan yang sejatinya, bila dihemat, bisa membuat perbedaan.
Diambil dari rutinitas orang-orang minum kopi, Latte Factor menggambarkan kondisi keuangan manusia urban yang banyak diserap oleh hal-hal non-primer dalam kehidupan sehari-hari: ngopi dan beli cemilan, biaya transfer antarbank dan tarik tunai, bensin, dan lain sebagainya. Bila untuk nongkrong dan ngopi saja sehari habis 50 ribu rupiah, dikalkulasikan dalam hitungan satu bulan, pengeluaran tersebut hasilnya lumayan, kan?
“Kita bahkan tidak menyadari berapa banyak sebetulnya pengeluaran untuk pembelian-pembelian kecil tersebut. Jika kita memikirkannya dan mengubah kebiasaan sedikit saja, kita bisa mengubah nasib,” kata Bach.
Dalam konteks kebaikan, mengubah nasib merupakan frasa yang digemari sekaligus diperjuangkan banyak orang. Dan sebagaimana yang disampaikan Bach, upaya demikian memang bisa dimulai dari komitmen menyisihkan sebagian kecil pengeluaran terutama demi kesehatan dan masa depan. Terkait hal itu, membeli polis asuransi jiwa bisa jadi merupakan salah satu kebutuhan.
“Kegembiraan itu seperti asuransi jiwa: semakin tua Anda mendapatkannya, semakin mahal ongkosnya,” kata Kinn Hubbard, kartunis sekaligus jurnalis Amerika.
Sadar bahwa kebutuhan terhadap asuransi jiwa kerap dianggap sebagai perkara yang hanya bisa dijangkau golongan tertentu, Prudential Indonesia meluncurkan PRUCritical Benefit 88: asuransi jiwa dengan harga premi setara harga segelas kopi sehari kebanyakan milenial tiap bulan.
Bila meninggal dunia akibat kecelakaan sebelum usia 70 tahun, nasabah berhak mendapatkan 200% tambahan Uang Pertanggungan (UP). Dalam situasi semacam itu, asuransi jiwa diperlukan bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga karena premi dijamin kembali 100% pada tahun polis ke-20 dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, jaminan Uang Pertanggungan akan dibayarkan apabila pihak tertanggung masih hidup setelah usia 88 tahun dan polis masih dalam keadaan aktif.
“Generasi milenial kerap mengabaikan asuransi jiwa. Padahal, asuransi jiwa memberikan perlindungan dan manfaat bagi orang-orang yang selama ini hidupnya ditanggung oleh mereka,” kata penasihat keuangan Farah Dini Novita.
Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reich menyebut PRUCrital Benefit 88 dimaksudkan untuk memberikan ketenangan pikiran bagi nasabah dan keluarga. “Berjuang melawan penyakit kritis sangat menguras emosi dan fisik pihak pasien dan keluarga, serta dapat mengganggu perencanaan keuangan,” ujarnya.
Prudential, bermarkas di London, sudah beroperasi di Indonesia selama 23 tahun. Selama itu pula 2,3 juta nasabah sudah dilayani lewat berbagai inovasi dan solusi perlindungan terbaik. Info lebih lengkap sila kunjungi tautan ini.