Menuju konten utama

METI Desak Presiden Terpilih Perbaiki Peraturan Energi Terbarukan

Paul menegaskan, kehadiran energi terbarukan juga tidak akan mengancam bisnis batu bara.

METI Desak Presiden Terpilih Perbaiki Peraturan Energi Terbarukan
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (ketiga kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) usai Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Paul Butarbutar menyatakan, capres Prabowo atau Jokowi perlu memperbaiki regulasi sektor energi apabila terpilih dalam Pilpres 2019 nanti. Pasalnya, kata dia, regulasi soal Energi Baru Terbarukan (EBT) masih harus diperbaiki.

“Kami minta presiden terpilih menata ulang regulasi. Tanpa regulasi yang bagus, kita tidak akan mendapatkan EBT,” ucap Paul kepada reporter Tirto dalam konferensi pers “Menjelang Debat Calon Presiden: Mau Dibawa Ke mana Energi Terbarukan” di Jakarta pada Jumat (8/2/2019).

Menurut Paul, kehadiran energi terbarukan juga tidak akan mengancam bisnis batu bara. Pasalnya, kebijakan energi nasional hingga 2050 masih berpihak pada industri batu bara. Belum lagi, Indonesia dianggap memiliki cadangan batu bara hingga 2045 mendatang.

Kendati demikian, Paul tidak memungkiri bila Energi Baru Terbarukan (EBT) belum dapat menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara dalam jumlah massif. Sebab, jumlah pembangkit EBT masih dalam tahap pengembangan di Indonesia.

“Jadi kalau ada yang khawatir tambang batu bara akan tutup (karena EBT), itu masih jauh ya. EBT tidak bersaing dengan batu bara,” ucap Paul.

Kesempatan untuk berinvestasi di EBT, menurut Paul, harus dibuka bagi pengusaha batu bara maupun pengembang PLTU. Seperti misalnya penggunaan lahan bekas konsensi tambang yang dapat dipasangi sejumlah pembangkit EBT maupun digunakan sebagai lahan untuk menanam penghasil biomassa.

“Dari yang awalnya bergerak di batu bara sudah seharusnya mulai terlibat dalam EBT,” ucap Paul.

Namun, ia memprediksikan ke depannya, PLTU berbasis batu bara juga perlahan perlu dikurangi. Terutama yang berbahan bakar batu bara dengan kalori rendah lantaran memiliki dampak lingkungan yang lebih buruk dan tidak efisien.

Menghadapi potensi perubahan itu, Paul menyuguhkan salah satu solusi. Menurutnya, pengembang PLTU terutama yang berbasis batu bara sudah seharusnya dilibatkan dalam pencapain target bauran EBT.

Ketua Dewan Asosiasi METI, M. Riza Husni pun menilai pemerintah cenderung menganaktirikan pengembang EBT skala kecil. Pasalnya, skema yang ada menyulitkan pengembang memperoleh pendanaan lantaran harus menyerahkan jaminan aset yang lebih besar dari nilai pinjaman. Padahal, syarat pendanaan bagi pengembang skala besar relatif lebih mudah karena menjaminkan agunan.

Ia pun meminta pemerintah mempermudah pemberian bunga bagi pembangkit skala kecil karena umumnya pemilik proyeknya adalah pelaku UKM. Hal ini berbeda dengan pembangkit skala besar yang sebagian besar berasal dari kepemilikan asing sehingga mampu mengakses modal besar.

“Jadi pemerintah ini sangat tidak bersahabat dengan pembangkit yang dikerjakan oleh UKM,” ucap Riza.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto