tirto.id - Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf tidak mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan yang dibacakan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kendati begitu, Irwandi masih bersikukuh kalau dirinya tak melakukan korupsi.
"Kalau dakwaan kan boleh [ditulis] apa saja. Sampah-sampah boleh masuk ke situ," kata Irwandi selepas persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (26/11/2018).
Secara teknis, kata Irwandi, dakwaan yang dibacakan jaksa tidak bermasalah, karena itu Irwandi tidak mengajukan eksepsi. Namun, Irwandi membantah materi dakwaan yang menyatakan dirinya menerima suap dan gratifikasi.
Untuk itu, bekas kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu mengaku akan membuktikan hal itu di persidangan berikutnya.
"Dakwaan walaupun penyusunannya betul, tapi isi dakwaanya keliru. Baik itu DOKA atau Dermaga Sabang saya tidak pernah menerima, enggak pernah menyuruh, enggak pernah melaporkan, apalagi terima uang," ujar Irwandi.
Jaksa KPK mendakwa Irwandi telah menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi sebesar Rp 1,05 miliar. Uang itu diberikan agar Irwandi menyerahkan proyek-proyek di Kabupaten Bener Meriah yang dibiayai Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) ke pengusaha-pengusaha asal Bener Meriah.
Jaksa juga mengatakan Irwandi telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2017-2022 sebesar Rp 8,71 miliar. Jaksa pun mendakwa Irwandi karena telah menerima gratifikasi dari Board of Management PT Nindya Sejati sebesar Rp 32,45 miliar.
Atas gratifikasi tersebut, Irwandi didakwa telah melanggar pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara atas tindakan suap yang ia lakukan, jaksa mendakwa Irwandi dengan pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto