tirto.id - Pemerintah resmi melarang eskpor bahan baku minyak goreng berupa minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO), dan seluruh produk turunannya, Kamis (28/4/2022) kemarin. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022.
Beleid itu mengatur tentang larangan sementara ekspor untuk bahan baku miyak goreng berupa Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein, dan Used Cooking Oil (UCO).
Ketua Dewan Pimpinan Pusat IKAPPI, Abdullah Mansuri mengatakan, larangan eskpor komoditas tersebut belum cukup terasa dampaknya saat ini. Sebab, harga minya goreng curah di tingkat pasar masih berada di atas Harga Ecerean Tertinggi (HET), yakni Rp14.000 per liter.
"Nah yang cukup mengejutkan dan memang ini miyak goreng curah masih di angka Rp20.000. Kenapa masih dikisaran Rp20.000 padahal CPO tidak berlaku lagi ekspor di luar negeri," katanya saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (29/4/2022).
Meski begitu, Abdullah bisa memahami masih tingginya harga minyak goreng curah dijual di lapangan. Terlebih, kata dia banyak faktor yang mempengaruhi tingginya harga tersebut. Hanya saja, dirinya tidak menjelaskan lebih rinci faktor dimaksud.
"Karena persoalan banyak faktor mungkin ini segmen khusus untuk membahas ini. Tapi intinya minyak goreng belum turun," jelas dia.
Larangan sementara ekspor sebagaimana diatur dalam Permendag 22/2022 akan dievaluasi secara periodik setiap bulan atau sewaktu-waktu dalam hal diperlukan.
Evaluasi dilakukan melalui rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.
Presiden Joko Widodo sendiri berjanji, jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi, pemerintah bakal mencabut larangan ekspor tersebut. Sebab pemerintah sadar negara butuh pajak, devisa, dan butuh surplus neraca perdagangan.
"Tapi kebutuhan masyarakat adalah prioritas yang lebih penting," pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fahreza Rizky