Menuju konten utama

Mereka yang Juara di Bursa Selama Kuartal Pertama

Kuartal pertama 2017 sudah terlewati. Secara umum, emiten di Bursa Efek Indonesia membukukan kinerja yang baik. Kinerja ini membuat valuasi di BEI pun menjadi lebih tinggi. Namun demikian, para analis menuangkan beberapa catatannya mengenai kinerja emiten ini.

Mereka yang Juara di Bursa Selama Kuartal Pertama
Layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay..

tirto.id - Selama kuartal I/2017, emiten mencatat pertumbuhan yang cukup baik. Bloomberg mencatat pertumbuhan laba emiten ditopang oleh sektor komoditas, telekomunikasi, dan konstruksi. Perolehan laba pada kelompok industri tersebut, menutupi pelemahan laba yang dialami oleh sektor properti, semen dan konsumen.

UBS memperkirakan, ada revisi untuk menaikkan lagi perkirakan earning per share (EPS) dan tidak melihat konsensus EPS diturunkan. UBS juga menaikkan target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari 5.360 menjadi 5.750.

Senada dengan UBS, riset Bahana Sekuritas juga menyatakan sudah ada 73 emiten dari 103 emiten yang dicover oleh Bahana sudah menyampaikan laporan keuangannya. Jumlah emiten yang sudah menyampaikan laporan keuangan setara dengan 70,4% dari kapitalisasi di Bursa Efek Indonesia. Hingga 2 Mei lalu, kapitalisasi pasar di BEI sekitar Rp6.179 triliun. Sehingga, laporan keuangan dari emiten itu dianggap sudah dapat mencerminkan keadaan di bursa.

Bahana mencatat, secara umum terjadi pertumbuhan laba sebesar 13,5 persen pada kuartal pertama. Tetapi pencapaian ini lebih rendah daripada perkiraan Bahana yang sebesar 15,2%. Tetapi, pertumbuhan laba tersebut lebih tinggi daripada pencapaian pada kuartal I/2016 yang sebesar 5,4% dan kuartal IV yang sebesar 12,6%.

Harry Su, Head of Reaserch Bahana Sekuritas mengatakan, "Jika kondisi keamanan tetap dipertahankan Bahana memperkirakan laju indeks akan berada pada kisaran 6.000 pada akhir 2017 mendatang."

Sektor Saham

Sektor saham yang kinerjanya baik pada kuartal lalu antara lain adalah sektor logam, perkebunan, batu bara, otomotif, telekomunikasi, dan sektor berhubungan infrastruktur. “Tetapi perlu diingat, untuk sektor telekomunikasi, sejauh ini baru Telkom Tbk (TLKM) yang baru mengeluarkan laporan keuangannya. Laporannya sangat baik karena pertumbuhan penggunaan data sementara marjin EBITDA juga terbantu oleh biaya yang dapat diatur,” kata Harry Su lagi.

Sebaliknya, sektor saham perusahaan yang kinerjanya masih kurang baik antara lain sektor berkaitan dengan pariwisata, bank, ritel, perawatan kesehatan, media, properti, transportasi, semen, pelayaran, dan pakan ternak.

Jika dicermati, walaupun ada kinerja baik, belum tercermin pada harga saham, terutama untuk saham BUMN. Awal tahun ini, beberapa emiten konstruksi membukukan kinerja positif. Sayangnya, kinerja positif itu tidak dibarengi dengan kenaikan harga sahamnya. Malahan, harga saham beberapa emiten konstruksi BUMN malah menipis.

Pada kuartal pertama tahun ini, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) berhasil mendapatkan pendapatan sebesar Rp3,81 triliun. Pendapatan ini tumbuh 39,8% jika dibandingkan pendapatan pada kuartal I/2016 yang senilai Rp2,72 triliun. Laba bersihnya melonjak pesat, 242% year-on-year (yoy) menjadi Rp 245,08 miliar.

Saudaranya, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) juga mencatatkan pertumbuhan kinerja gemilang. Pendapatannya meroket 115% year-on-year (yoy) menjadi Rp 7,15 triliun pada kuartal 1/2017 ini. Sedangkan laba bersihnya melesat 263% (yoy) menjadi Rp 450 miliar. Kinerja kinclong tersebut tidak serta merta mengangkat harga saham emiten BUMN konstruksi. Menurut analis, tidak ada kejutan dan kemungkinan order book yang berada di bawah realisasi tahun lalu membuat harga saham emiten konstruksi BUMN bergerak di tempat saja.

Selanjutnya UBS merekomendasikan beberapa saham seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan PT Astra International Tbk (ASII). Saham BBRI naik 1,9 persen merupakan penyumbang terbesar kenaikan indeks.

Sementara itu, Bahana mencermati ada ketidakpastian politik terutama setelah pilkada Jakarta. Terlihat, ada kebangkitan lawan-lawan politik Jokowi. Tampaknya menurut Bahana ada penawaran-penawaran politik yang tidak dapat dihindari dan mengarah pada perombakan kabinet tahap ketiga. “Sehingga untuk melindungi di kala ada ketidakpastian politik, kami merekomendasikan beberapa saham yang defensif seperti HMSP, TLKM dan ICBP,” kata Harry.

Infografik Kinerja Bursa Efek

Bursa Global

Tidak hanya emiten di BEI saja yang berkinerja lebih baik. Secara umum, emiten di bursa lain pun berkinerja baik. Misalnya di Amerika Serikat yang sering menjadi acuan dari investor di seluruh dunia.

Walaupun masih ada pelemahan pada harga komoditas juga saham komoditas, khususnya minyak, secara umum kinerja saham hanya berada sedikit di bawah rekornya.

Perekonomian global pun membaik, hal ini juga terefleksi pada laba perusahaan. Tidak hanya di Amerika tetapi juga Eropa, sudah terlihat perbaikan. Keith Lerner, Chief Market Strategist pada SunTrust Advisory Service seperti dikutip oleh CNBC mengatakan, “Kami melihat ada perkembangan laba secara meluas setelah tahun 2011.”

Dia juga mengatakan bahwa pasar internasional sudah berbalik kembali ke pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, kebijakan yang mendukung serta mata uang yang kompetitif. Persentase perusahaan di beberapa negara yang sudah terlihat perkiraan labanya menunjukkan kinerja tertinggi sejak tahun 2009. Terjadi perbaikan laba baik pada emiten di bursa negara mau maupun negara berkembang.

Di Amerika, persentase perusahaan yang labanya melewati perkiraan berada pada level tertinggi dalam enam tahun terakhir. Kenaikan global di pasar saham sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Laba sangat berkorelasi dengan imbal hasil di pasar saham. Ketika indeks S&P 500 mengalami penurunan selama lima kuartalan dari 2014 hingga 2016, pasar saham berjalan di tempat saja. Lerner mengatakan, laba mulai naik pada pertengahan tahun lalu.

Risiko Menurun

Kinerja emiten di Bursa Efek Indonesia tidak terlepas dari pengaruh eksternal. Beberapa risiko seperti langkah pemerintahan baru di Amerika Serikat, rencana kenaikan tingkat suku bunga bank sentral Amerika Serikat, pemilu di Eropa, serta harga komoditas tetap dapat memengaruhi pasar keuangan domestik.

Walaupun demikian, hingga kuartal pertama ini beberapa risiko global seperti pemilu di Eropa sudah semakin mengecil. Di Amerika, para investor sudah mengetahui kinerja keuangan emiten hingga Maret lalu.

Dalam pertemuan pekan lalu, bank sentral Amerika Federal Reserve mempertahankan tingkat suku bunganya. Bank sentral menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi terus berjalan, juga pasar tenaga kerja yang semakin kuat. Hal tersebut membuat tanda-tanda kenaikan suku bunga pada Juni mendatang akan menjadi kenyataan. “Mereka tidak menyatakan secara eksplisit mengenai kenaikan pada Juni mendatang, tetapi itu adalah arahnya. Fed sedang mengkomunikasikan mantranya mengenai kenaikan bunga secara bertahap kenaikan berikutnya sepertinya akan terjadi pada Juni mendatang,” kata Ryan Sweet ekonom senior pada Moody’s Analytics seperti dikutip oleh Reuters.

Baca juga artikel terkait BURSA EFEK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Yan Chandra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yan Chandra
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti