tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak henti berupaya memperbaiki Rukun Warga (RW) kumuh. Salah satu ikhtiarnya melalui program peningkatan Prasarana, Sarana, dan Utilitas umum (PSU) di RW yang tergolong kumuh.
Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengemukakan, program tersebut fokus menangani Sarana dan Prasarana (Sarpras) dalam lingkungan RW kumuh. Dari perbaikan jalan, drainase, hingga pengolahan air limbah rumah tangga di sekitar RW yang tergolong kumuh.
Program ini dijalankan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta. “Penanganannya difokuskan kepada Sarana Prasarana (Sarpras) sesuai dengan kriteria fisik permukiman kumuh, seperti jalan, drainase, pengolahan air limbah domestik, persampahan, proteksi kebakaran dan Sarpras lainnya sesuai dengan kebutuhan,” kata Heru dalam keterangan yang diterima Tirto, dikutip Selasa (13/8/2024).
Ia mengakui, hingga 2024, masih ada RW yang tergolong kumuh di Jakarta. Namun, jumlah RW kumuh yang harus ditingkatkan kualitasnya melalui program implementasi kebersamaan masyarakat dalam menata lingkungan (Collaborative Implementation Program/CIP) hanya mencapai 63 RW pada tahun itu.
Jumlah ini, kata Heru, tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Permukiman dalam Rangka Penataan Kawasan Permukiman Terpadu. Ia menyatakan, Pemprov DKI Jakarta akan melaksanakan intervensi peningkatan kualitas Sarpras di RW kumuh.
Intervensi dilakukan secara bertahap melalui Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman di masing-masing kota/kabupaten administrasi. “Anggaran PSU dialokasikan di masing-masing Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman di masing-masing kota/kabupaten administrasi,” ucap Heru.
Ia mengungkapkan, Pemprov DKI Jakarta juga memperbaiki rumah yang tergolong sudah tidak layak huni. Program perbaikan rumah tak didanai melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta, melainkan melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
Menurut Heru, ada kriteria tertentu untuk rumah yang disasar program tersebut. Dari calon penerima ber-KTP Jakarta, satu-satunya rumah, termasuk kategori miskin, rumahnya tidak layak huni, memiliki bukti kepemilikan yang legal terhadap tanah, hingga dalam lingkup kawasan secara menyeluruh.
Ia menuturkan, untuk program perbaikan rumah, Pemprov DKI Jakarta membuka opsi bekerja sama dengan pihak swasta. Pada 2023, misalnya, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi untuk program perbaikan rumah. “Opsi kerja sama dengan pihak swasta selalu terbuka dengan berbagai skema. Pada 2023, menggunakan skema CSR dan masih terbuka dengan skema pembiayaan lainnya," ujar Heru.
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Afan Ardiansyah Idris menambahkan, Pemprov DKI Jakarta telah mengurangi 220 RW kumuh selama 2023 melalui program rencana aksi komunitas dan CIP.
Ia memaparkan, 16,45 persen RW kumuh di Jakarta turun menjadi 9,22 persen. Capaian penataan permukiman kumuh tersebut telah melebihi target. Sebab, target RW kumuh yang ditata hanya berjumlah 200 RW.
Sementara itu, Sekretaris DPRKP Provinsi DKI Jakarta Meli Budiastuti menjelaskan, pihaknya tak cuma melakukan peremajaan PSU dan perbaikan rumah untuk menata RW kumuh. Pemprov DKI Jakarta pun akan merelokasi warga yang bermukim di RW kumuh dengan kategori berat ke Rumah Susun (Rusun) Jagakarsa. Ia mencontohkan, warga yang terdampak penataan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, seperti warga Kali Mampang dan Kali Krukut yang akan direlokasi ke Rusun Jagakarsa.
“Yang pasti, kami membangun Rusun Jagakarsa. Nantinya, merelokasi warga yang terkena (penataan) Daerah Aliran Sungai Ciliwung, ke Rusun Jagakarsa itu,” urai Meli, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024).
Menurut Meli, pembangunan Rusun Jagakarsa ditargetkan rampung pada Desember 2024. Pembangunan rusun itu sudah berjalan sejak November 2023. Rusun yang berlokasi di Jalan Margasatwa Raya RT 01/RW 06, Jagakarsa, Jakarta Selatan, ini mempunyai tiga menara. Masing-masing menara terdiri dari 16 lantai, dengan jumlah total 723 unit hunian seluas 36 meter persegi.
Masukan DPRD dan Publik
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah memuji kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk menangani RW kumuh. Kendati sudah bagus, lanjutnya, Pemprov DKI Jakarta perlu mengawasi lebih ketat pelaksanaan perbaikan Sarpras di sekitar RW kumuh.
“Kebijakannya (penanganan RW kumuh) sudah bagus, tetapi pelaksanaannya itu perlu diawasi lebih ketat lagi. Jangan sampai nanti ada pelaksanaan yang enggak dijalankan,” kata Trubus yang dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (11/8/2024).
Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta memang perlu meningkatkan kawasan RW kumuh di Jakarta. Sebab, beberapa kawasan RW kumuh masih dijumpai di sekitar Cakung, Jakarta Timur. Perbedaan Sarpras antara kawasan RW kumuh dengan kawasan permukiman lain pun terlalu tinggi. Misalnya, jika dibandingkan dengan permukiman di Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Ia mengaku, kebijakan soal relokasi warga di kawasan kumuh ke rusun sebagai salah satu solusi penanganan RW kumuh. Namun, Pemprov DKI Jakarta perlu lebih menyosialisasikan terkait kebijakan relokasi itu kepada warga. “Kadang ada warga yang menolak, itu perlu dikomunikasikan lebih lanjut lagi,” ucap Trubus.
Sedangkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Khoirudin, meminta Pemprov DKI Jakarta agar bisa menangani RW kumuh sebelum 2027. Mengingat status Ibu Kota Negara akan hilang dan Jakarta berstatus Kota Ekonomi Global. “Saya berharap, seiring dengan DKI menjadi DKJ, memang harus segera dituntaskan (penataan RW kumuh),” ujarnya.
Khoirudin mengimbau, DPRKP Provinsi DKI Jakarta bersama Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta segera menindaklanjuti temuan RW kumuh agar penataan berjalan lancar. “Dinas Perumahan menjadi punya kewajiban untuk penataan ini. Sebetulnya tinggal pendataan yang benar, lalu ada tahapannya,” tuturnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menyinggung pula soal masih banyak RW kumuh yang berdekatan dengan gedung-gedung pencakar langit. “Kita malu melihat hal ini ketika kita keliling Jakarta karena kontras sekali,” tandas Khoirudin.
Ia menyarankan Pemprov DKI Jakarta agar membangun hunian vertikal atau rusun khusus masyarakat menengah ke bawah. “Ya, paling tidak perbanyak ke atas, rumah susun diperbanyak untuk penataan permukiman kumuh,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Abdul Aziz