Menuju konten utama

Menyaingi Singapura Lewat Terminal Kalibaru

Pelabuhan Tanjung Priok kini punya terminal baru yang akan menaikkan kelas pelabuhan terbesar di Indonesia ini. Kapal-kapal besar diharapkan bisa langsung singgah ke Jakarta tanpa harus bongkar muat di Singapura.

Menyaingi Singapura Lewat Terminal Kalibaru
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menko Maritim dan Sumber Daya Luhut Binsar Pandjaitan (ketiga kiri), Menko Polhukam Wiranto (kedua kiri), Menhub Budi Karya Sumadi (kedua kanan dan Dirut Pelindo II Elvyn G. Masassya (kanan) meninjau pengoperasioan Terminal Peti Kemas Kalibaru Pelabuhan Utama Tanjung Priok di Jakarta, Selasa (13/9).ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Delapan tahun setelah dibukanya Terusan Suez 1869, di Batavia dibangun sebuah pelabuhan yang kini dikenal sebagai Pelabuhan Tanjung Priok. Sementara itu, di ujung semenanjung Malaysia, 58 tahun sebelum Tanjung Priok dibangun, Thomas Stamford Raffles memulai membangun sebuah pelabuhan bebas di sebuah pulau mungil yang kini bernama Singapura.

Perlahan-lahan pelabuhan mungil itu kini menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Berdasarkan “Top 50 World Container Ports” dalam situs worldshipping.org, Pelabuhan Singapura pada 2014 mencatatkan volume kontainer atau petikemas sebanyak 33,87 Twenty-Foot Equivalent Unit (Teus), atau berada diurutan kedua sebagai pelabuhan papan atas di bawah Pelabuhann Shanghai dengan volume kontainer 35,29 juta Teus. Sedangkan Pelabuhan Tanjung Priok hanya berada di peringkat ke-23 dengan volume kontainer hanya 6,4 juta Teus per tahun.

Di kawasan, Pelabuhan Singapura sebagai hub atau pusat dari arus barang lintas banyak negara termasuk kapal-kapal dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Selain lokasi yang strategis, Pelabuhan Singapura punya keunggulan dalam hal kedalaman laut di dermaga pelabuhan mereka yang bisa disinggahi kapal-kapal kontainer raksasa.

Singapura memang lebih dahulu memodernisasi pelabuhannya. Pada 1982, negeri mungil ini tercatat memiliki pelabuhan tersibuk di dunia dengan melayani 1 juta Teus kontainer untuk pertama kalinya. Ini hanya berselang setahun setelah Presiden Indonesia kedua Soeharto meresmikan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Priok, sebagai terminal petikemas pertama di Indonesia.

Selang 35 tahun kemudian, Presiden Jokowi meresmikan Terminal Petikemas Kalibaru Selasa (13/9/2016). Terminal yang bernama New Priok Container Terminal (NPCT) 1 dioperasikan oleh Pelindo II bersama mitra konsorsiumnya antara lain Mitsui & Co Ltd (Jepang), PSA International Pte Ltd (Singapura), dan Nippon Yusen Kabushiki Kaisha atau NYK Line (Jepang).

Terminal ini memiliki luas lahan sekitar 32 hektare dengan kapasitas sebesar 1,5 juta Teus per tahun dengan total panjang dermaga 850 meter, dengan kedalaman laut -14 meter LWS. Rencananya akan dikeruk secara bertahap hingga -20 meter low water spring (LWS). Dengan kedalaman ini maka infrastruktur bagian dari fase I pembangunan Pelabuhan Kalibaru akan bisa disandari kapal-kapal berukuran lebih besar dari sebelumnya.

"Terminal ini memberikan volume perdagangan yang besar sehingga kapal-kapal besar dari Eropa bisa langsung ke sini, tidak perlu lagi singgah ke Singapura," kata Direktur Utama PT Pelindo II, Elvyn G Masassya dikutip dari Antara.

Keberadaan terminal baru ini memang telah mengangkat kelas Tanjung Priok dari sisi volume dan kapasitas kapal yang bisa bersandar. Namun, penambahan infrastruktur baru ini apakah sudah mempersiapkan tantangan jangka panjang?

Tantangan Zaman

Terminal petikemas Kalibaru diproyeksikan dapat melayani kapal peti kemas dengan kapasitas 13.000 hingga 15.000 Teus dengan bobot di atas 150.000 DWT. Sebelumnya dengan terminal lama, Pelabuhan Tanjung Priok hanya bisa disandari maksimal kapal-kapal dengan rentang 3.000-5.000 Teus saja, itu pun setelah ada upaya pengerukan kedalaman kolam di dermaga.

Apakah cukup dengan bisa menampung kapal 15.000 Teus? Jawabannya, saat ini memang masih cukup memenuhi, tapi di masa mendatang hal ini bisa saja tak terpenuhi. Berdasarkan situs Alphaliner, dari 5.153 kapal kontainer yang ada di dunia hingga Desember 2015, populasi kapal kontainer dengan ukuran di bawah 10.000 Teus mengambil porsi 93 persen, untuk kapal di atas 10.000 Teus porsinya hanya 7 persen saja.

Sedangkan untuk kapal dengan ukuran di bawah 5.100 Teus populasinya 74 persen. Khusus untuk kapal ukuran 500-1.000 Teus sebagai populasi terbanyak yang mengambil porsi 15 persen, dan populasi paling sedikit adalah kapal dengan ukuran 18.000-20.000 Teus hanya 1 persen. Minimnya kapal-kapal berukuran besar karena perkembangannya baru muncul beberapa tahun terakhir.

Ukuran kapal kontainer di dunia telah berkembang 8 kali lipat dalam 40 tahun terakhir dari hanya 2.400 Teus menjadi 19.000 Teus. Dalam laman www.ssti.us, kapal ukuran 15.500 Teus baru muncul pada 2010, ukuran ini sudah naik dua kali lipat dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Tahun ini saja, mulai ada pemesanan kapal-kapal berukuran 21.000 Teus. Ukuran kapal diperkirakan akan terus makin membesar hingga 24.000 Teus pada 2020 bahkan 30.000 Teus di masa berikutnya.

Selain melihat aspek perkembangan teknologi kapal dan ukurannya, negara tetangga Singapura juga tak berdiam diri. Mereka terus melakukan peningkatan kapasitas dan kualitas pelabuhan. Pelabuhan Singapura yang dikelola oleh Port of Singapore Authority (PSA) terus memperluas kapasitas pelabuhannya. Mereka sedang memperluas pelabuhan dengan proyek bernama Terminal Pasir Panjang Fasa 3 dan 4. Bila proyek ini tuntas pada 2017, maka Singapura mampu melayani 50 juta Teus kontainer per tahun.

Sepanjang Januari-Agustus tahun ini saja, aktivitas kontainer di Pelabuhan Singapura sudah mencapai 20,23 juta Teus. Perkembangan volume layanan kontainer di pelabuhan ini sangat pesat. Pada 1994 misalnya, pelabuhan ini baru merayakan layanan 10 juta Teus, berselang 10 tahun berikutnya pada 2005, sudah tercapai kapasitas 20 juta Teus. Salah satunya karena ditopang dengan kedalaman kolam dermaga. Sejak 2014, pelabuhan Singapura mampu disinggahi kapal-kapal dengan kapasitas 19.000 Teus, karena memiliki kedalaman -15 sampai -18 meter LWS.

Bandingkan dengan Pelabuhan Tanjung Priok, kapasitas total terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok ditargetkan akan mencapai 11,5 juta Teus per tahun setelah pembangunan Terminal Kalibaru selesai seluruhnya pada 2019.

Pelabuhan Kalibaru merupakan hasrat lama agar Indonesia tak selalu bergantung dengan Singapura. Namun, apakah hasrat lama ini akan bertahan lama sejalan dengan perkembangan teknologi dan ukuran kapal di masa depan? Kuncinya perlu memperhitungkan kembali kemungkinan-kemungkinan di masa mendatang, termasuk dalam mengantisipasi perkembangan ukuran kapal di jangka panjang.

Ingat, Singapura juga tak mau dengan mudah kue besarnya diambil. Masuknya investor Singapura dalam pengoperasian terminal baru di Pelabuhan Kalibaru menjadi dua mata pisau dalam dalam sebuah persaingan.

Mengutip istilah dalam dunia politik yang mungkin bisa menggambarkannya. “Bila kau tak sanggup melawan musuhmu, maka rangkullah musuhmu”

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti