tirto.id -
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengatakan kejahatan perikanan atau illegal fishing membutuhkan koordinasi lintas negara. Pasalnya, kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan melibatkan banyak negara.
"Saya menegaskan FV Viking adalah bukti nyata bahwa kejahatan perikanan adalah kejahatan terorganisir lintas negara," kata Menteri Susi, seperti dilansir Antara, Minggu (20/3/2016).
FV Viking, merupakan kapal berbendera Norwegia yang sebenarnya merupakan kapal "stateless" (tanpa kebangsaan). Kapal penangkap ikan berukuran 1.322 GT (gross tonnage) oleh Regional Fisheries Management Organization (RFMO) Samudera Antartika Selatan bernama Commission for the Conservation of Antarctic Marine Living Resources (CCAMLR), kapal FV Viking sudah dikategorikan sebagai kapal pelaku "illegal fishing" (pencurian ikan).
Menurut Menteri Susi, kejahatan perikanan merupakan pelecehatan kedaulatan terhadap banyak negara, sehingga hal tersebut tidak boleh dibiarkan oleh negara manapun yang berdaulat. Karena itu, lanjut Susi, Pemerintah Indonesia akan mengintensifkan kerja sama dengan berbagai negara untuk mengungkap modus operandi dan pemilik kapal FV Viking yang sebenarnya.
"Dukungan dan kerja sama dari Singapura dan Thailand yang sering disinggahi oleh FV Viking merupakan hal yang sangat penting untuk mengungkap pemilik FV Viking yang sebenarnya," tegas Menteri Susi.
Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengemukakan, peledakan kapal FV Viking yang merupakan buronan Interpol Norwegia sah dilakukan bila berdasarkan alat bukti yang telah memadai.
"Kalau memang sudah memiliki alat bukti cukup, UU Perikanan memberi peluang peledakan kapal," ujar Abdul.
Sekjen Kiara itu membenarkan bahwa kapal tersebut selama ini telah menjadi buronan interpol dan dikejar oleh banyak negara.
Komandan Lantamal IV/Tanjungpinang Kolonel Laut (P), S Irawan di Tanjungberakit, Kamis (25/2/2016) mengatakan, Tim gabungan TNI Angkatan Laut (AL) telah berhasil menangkap ABK Kapal FV Viking di perairan Tanjungberakit, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Kolonel S Irawan mengungkap penangkapan dilakukan anggota TNI AL yang bertugas di KRI Sultan Toha Saifuddin-376 dan Helikopter Bolco NP 408.
"KRI Sultan Toha berhasil merapat dan menggiring FV Viking menuju Pangkalan TNI AL di Tanjunguban," ucap S Irawan.
TNI AL menerima pesan rahasia interpol Norwegia yang menyebut kapal FV Viking telah 13 kali berganti nama, 12 kali berganti bendera, dan mengubah delapan kali tanda panggilan. Berdasarkan data tersebut, TNI AL kemudian waspada.
Irawan membeberkan pelanggaran yang dilakukan oleh awak kapal tersebut antara lain diduga melanggar hukum nasional, peraturan, dan konvensi Internasional. Awak FV Viking juga terlibat dalam penipuan yang berhubungan dengan kejahatan perikanan.
FV Viking memiliki 11 anak buah kapal (ABK), enam di antaranya merupakan warga negara Indonesia. Sedangkan lima orang lainnya merupakan warga neraga asing (WNA) berasal dari Argentian, Chili, Myanmar, dan Peru.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Program Penanganan ABK pada Direkorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Keluatan dan Perikanan (PSKDP) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri dan Direktorat Jenderal Imigrasi akan memulangkan ABK WNA.
Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, Fuad Himawan, menyampaikan lima ABK asing untuk sementara sedang ditempatkan di Pusat Detensi (Detention Center) guna menunggu proses hukum dan pemulangan ke negara masing-masing.
Dari kelima ABK asing, ada satu ABK dari Chili, Juan Domingu Nelson Venegas Gonzales tidak akan dipulangkan ke negara asalnya. Juan, selaku Nahkoda kapal FV Viking akan menjalani proses hukum dari pemerintah RI. Keputusan ini bahkan sudah mendapatkan apresisasi positif dari perwakilan kedutaan Chili, Peru, dan Argentina. Kedutaan menilai, Kementerian Keluatan dan Perikanan Indonesia telah memperlakukan warga negara mereka dengan baik.
Terpantau oleh Antara, pada Jumat (11/3/2016) sejumlah perwakilan kedutaan besar hadir di Dentention Center untuk meninjau warga negaranya.
Pasca penangkapan FV Viking, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di Jakarta mengatakan terdapat tiga kapal ikan lain yang berhasil ditangkap pada Selasa (15/3/2016) di Perairan Aceh Timur. Kapal-kapal asing itu diduga melanggar ketentuan terkait penangkapan ikan di kawasan perairan Republik Indonesia.
Tiga kapal yang tertangkap, seluruhnya berbendera Malaysia dan masing-masing kapal dinahkodai oleh warga negara Thailand. Saat ini, seluruh kapal telah dikawal dan bersandar di Langsa untuk proses lebih lanjut.
Sebelumnya, paa 3 Maret 2016 kapal patroli KKP telah menangkap sebanyak tiga kapal ikan berbendera Malaysia, dua kapal ikan berbendera Malaysia pada 10 Maret, dan satu kapal Malaysia pada 26 Februari.
Selain itu, ada dua kapal berbendera Vietnam yang ditangkap kapal patroli Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP dan saat ini, kapal-kapal yang ditangkap itu dikawal ke Tarempa, Kepulauan Riau.
Menteri Susi mengatakan, pihaknya bakal memperkuat hubungan bilateral dan multilateral guna mengatasi aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
"Pada tahun kedua saya menjabat, saya akan memperkuat hubungan bilateral dan multilateral," kata Menteri Susi Pudjiastuti dalam Konferensi Maritim RI-Belgia.
Menteri Susi menyatakan bahwa kerja sama bilateral dan multiratera penting dicapai untuk mencapai tujuan penangkapan ikan secara ilegal sebagai bentuk kejahatan transnasional. Dengan kuatnya kerjasama internasional, berarti tingkat kewaspadaaan terhadap kejahatan perikanan lintas negara hingga menjadi sebuah gerakan global dapat ditingkatkan. (ANT)