tirto.id - Menteri Telekomunikasi Sri Lanka Harin Fernando pada Senin (22/04/2019) mengatakan intelijen negara gagal menditeksi peringatan pemboman yang terjadi pada Minggu pasca Paskah, Minggu (21/04/2019).
Serangan bom itu terjadi di tiga gereja, empat hotel di kota Kolombo dan satu rumah dipinggiran kota Dematagoda, Sri Lanka.
“Beberapa petugas intelijen mengetahui kejadian ini. Ada penundaan dalam tindakan. Apa yang ayah saya dengar juga dari seorang perwira intelijen. Tindakan serius perlu diambil mengapa peringatan ini diabaikan,” cuit Harin Fernando.
Menteri Sri Lanka lainnya, Mano Ganeshan mengatakan petugas keamanan di kementriannya sudah diperingatkan kemungkinan serangan bom yang menargetkan para politisi, mengutip laporan AP News.
Juru bicara Kepolisian, Ruwan Wijewardena sebelumnya menggambarkan ledakan itu sebagai serangan teroris oleh para ekstremis.
Wijewardena melaporkan serangan pemboman ini telah menewaskan 290 korban dan hampir 500 orang terluka seperti yang dilansir Aljazeera.
Wijewardena juga menambahkan telah menangkap 24 orang yang tertuduh berhubungan dengan serangan pemboman, dan sedang diperiksa oleh Departemen Investigasi Kriminal.
Polisi telah mencabut jam malam yang diberlakukan setelah pemboman Minggu (21/04/2019) malam. Jalan – jalan ibukota Kolombo sepi dan sebagian toko – toko besar tutup.
Serangan bom di negara yang berpendudukan 21 juta orang adalah sebagai serangan yang paling mematikan di Sri Lanka sejak perang saudara yang telah berakhir 10 tahun lalu.
Mengutip AP News, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan dia khawatir serangan itu dapat memicu ketidakstabilan di Sri Lanka.
Wickremesinghe bersumpah untuk memberikan seluruh kekuatan pasukan pertahanan yang diperlukan untuk mengambil tindakan terhadap pelaku yang bertanggung jawab.
Dua kelompok Muslim besar di Sri Lanka mengutuk kejadian keji yang terjadi di tempat ibadah umat Kristen. Paus Fransiskus mengucap bela sungkawanya pada akhir berkat Paskah di Roma.
“Saya ingin mengungkapkan kedekatan cinta saya dengan komunitas Kristen, yang menjadi korban ketika mereka berkumpul dalam doa, dan semua korban kekerasan kejam seperti itu,” Kata Fransiskus.
Editor: Yantina Debora