tirto.id - Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan kecewa dengan Dirut PT PAL Muhammad Firmansyah Arifin yang ditangkap KPK atas dugaan pidana penerimaan suap terkait pembayaran "fee agency" di penjualan kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) untuk pemerintah Filipina.
"Saya kecewa dengan kejadian di PT PAL itu," kata Luhut di Musyawarah Nasional Perhimpunan Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (Himpuni) di Senggigi, Lombok Barat, NTB pada Sabtu (1/4/2017) seperti dilansir Antara.
Padahal, menurut Luhut, pencapaian produksi kapal di PT PAL Indonesia selama ini luar berkembang baik . Bahkan, BUMN ini tak hanya memproduksi kapal perang, tapi sudah mulai membuat kapal selam.
"Itu terus kami dorong (produksi PT PAL). Bahkan waktu saya masih menjadi kepala staf, kami sudah dorong. Tetapi tahu-tahu terjadi kasus (korupsi, red) seperti ini," ujar dia.
Luhut mengaku sudah kerap mengingatkan efisiensi harus diutamakan sehingga tidak boleh lagi terjadi korupsi di lembaga negara, termasuk BUMN. Presiden Joko Widodo juga selalu mengingatkan agar kesalahan di masa lalu terkait korupsi tak terulang lagi di kalangan pejabat negara.
"Makanya setiap menteri diminta hati-hati untuk tidak melakukan korupsi," kata Luhut.
Jumat kemarin, KPK mengumumkan telah menetapkan Direktur Utama PT PAL Muhammad Firmansyah Arifin dan dua pejabat BUMN itu sebagai tersangka penerimaan suap.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memerinci para tersangka itu ialah MFA (Firmansyah), AC (Arief Cahyana) sebagai General Marketing Treasury PT PAL dan SAR (Saiful Anwar), Direktur Keuangan PT PAL. Satu tersangka lagi, yakni AN (Agus Nugroho), pihak swasta perantara dari AS Incorporation (Ashanti Sales Inc).
Firmansyah dan petinggi PT PAL lain diduga menerima 1,25 persen dari total penjualan dua SSV senilai 86,96 juta dolar AS atau 1,087 dolar atau sekitar Rp14,476 miliar. Firmansyah, Arief dan Agus sudah ditahan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Jakarta dan Surabaya. OTT itu mengamankan bukti duit 25 ribu dolar AS.
Basaria menjelaskan kronologi kasus ini bermula ketika pada 2014, PT PAL menjual dua unit kapal perang SSV kepada instansi pemerintah Filipina senilai 86,96 juta dolar AS. Perusahaan yang bertindak sebagai agen penjualan kapal SSV itu Ashanti Sales Incorporation.
Dari nilai kontrak tersebut, perusahaan ini menerima 4,75 persen atau 4,1 juta dolar AS sebagai fee agency. Sebagian dari jatah tersebut, 1,25 persen, diberikan untuk tiga pejabat PT PAL. Sedangkan sisanya, 3,5 persen untuk Ashanti Sales Incorporation. Fee dibayar dengan tiga tahap pembayaran dan penyerahan terakhir, senilai 25 ribu dolar AS, terjadi saat KPK melakukan OTT.
Tersangka Firmansyah, Arif dan Saiful disangkakan pelanggaran pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Tipikor. Sedangkan tersangka Agus dijerat dengan dugaan pelanggaran pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Tipikor.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom