tirto.id - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, membeberkan, alasan ditutupnya PT Sepatu Bata Tbk (BATA) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Agus mengakui pihak perusahaan menginformasikan akan ada transformasi bisnis untuk lebih efisien ke depannya.
"Dia boleh saya sampaikan sedang melakukan upaya transformasi bisnis, dan mereka meng-adjust (menyelesaikan) kegiatan bisnisnya untuk lebih efisien," kata Agus usai membuka acara Kongres dan Seminar Teknik Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa, (7/5/2024).
Lebih lanjut, dia mengeklaim langkah BATA menjual sejumlah asetnya dalam rangka untuk memulihkan kembali perusahaan agar sehat dan efisien.
"Termasuk yang kita ketahui bersama mereka sudah menjual aset dalam rangka untuk menjadikan perusahaan kembali sehat dan efisien," kata Agus.
Diketahui, berdasarkan keterbukaan informasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menjual aset tanah dan bagunan senilai Rp63,4 miliar. Penjualan aset tersebut guna memberikan dana kas dan melunasi sebagian utang pada 7 Maret 2024 lalu.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian bakal memanggil manajemen PT Sepatu Bata Tbk menyoal ditutupnya pabrik di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan pertemuan dengan manajemen pabrik sepatu Bata dalam rangka memberi saran untuk memperkuat pabrik sepatu tersebut di Indonesia.
Hal tersebut juga terkait dengan kebijakan larangan terbatas atau lartas yang bertujuan untuk mengendalikan barang impor yang masuk ke Indonesia, terutama juga pada alas kaki.
“Kebijakan lartas ini kan mendorong agar investasi di industri alas kaki atau di sektor-sektor industri yang terkena lartas itu agar masuk, membangun pabrik di Indonesia,” ujar Febri dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Senin (6/5/2024).
Melalui kebijakan lartas, Febri berharap industri alas kaki bisa mulai membangun dan memaksimalkan pabrik mereka di Indonesia. Lebih lanjut kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan impor produk jadi ke Indonesia.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin