tirto.id - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menyatakan, institusinya tidak bisa serta-merta membebaskan terpidana teroris Abu Bakar Ba'asyir apabila tidak mau menandatangani perjanjian setia kepada Pancasila dan NKRI.
Menurut Yasonna, Kemenkumham perlu mempertimbangkan hal tersebut karena bisa berdampak kepada narapidana terorisme lainnya.
"Itu kan masalahnya kan fundamental, kalau nanti misalnya kita berikan kesempatan itu masih ada berapa ratus lagi teroris sekarang di dalam [tahanan]? [ada] 507 teroris di dalam, ya kan. Jadi itu yang menjadi kajian kita," kata Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
"Tidak mudah ini barang. Makanya dan ini kan menyangkut prinsip yang sangat fundamental buat bangsa, makanya kita sampai sekarang tidak [atau] belum memutuskan itu [pembebasan Ba'asyir]," lanjut Yasonna.
Yasonna menyatakan, Kemenkumham bisa saja membebaskan Abu Bakar Baasyir pada Desember 2018 lalu. Pasalnya, Ba'asyir sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan bebas bersyarat, yakni tidak melanggar aturan tata tertib lapas dan sudah menjalani 2/3 hukuman.
Akan tetapi, kata Yasonna, hal itu tidak mereka lakukan karena Abu Bakar tidak memenuhi syarat administratif, karena menolak menandatangani janji setia kepada Pancasila dan NKRI.
"Seharusnya beliau kalau memenuhi syarat keluar 13 Desember yang lalu dalam proses sebelum 13 Desember pun sudah melakukan segala persyaratan administratif yang dibutuhkan untuk itu, sampai mulai dia ada timbul persoalan yang kemarin, timbul debatlah di publik setelah pernyataan Pak Yusril [Yusril Ihza Mahendra]," kata Yasonna.
Namun demikian, kata dia, Kemenkumham tengah melakukan kajian serius terkait pembebasan Abu Bakar ini. Tim yang ikut mengkaji pembebasan tersebut tidak hanya berasal dari Kemenkumham saja, tetapi juga melibatkan BNPT, Polri, Kementerian Luar Negeri, dan Kemenkopolhukam.
Menurut Yasonna, Kemenlu perlu terlibat karena ada sejumlah resolusi PBB yang melekat dalam pembebasan Ba'asyir. Namun, saat ditanya apakah Ba'asyir akan dibebaskan pada pekan ini, Yasonna enggan menjawabnya.
"Kita lihat dulu persyaratannya," kata Yasonna.
Editor: Alexander Haryanto